Rabu, 05 Mei 2010

St Nikolaus dan Ketiga Gadis

oleh: St. Yohanes Maria Vianney

Sekarang, katakanlah saudara-saudaraku, didasarkan atas apakah penghakiman dan penghukuman yang gegabah? Sungguh menyedihkan! Hal itu didasarkan atas bukti yang sangat lemah saja, dan terlebih sering atas apa “kata orang”. Tetapi mungkin kalian akan mengatakan kepadaku bahwa kalian telah melihat dan mendengar ini dan itu. Sayang sekali, kalian bisa saja keliru dalam baik apa yang kalian lihat maupun yang kalian dengar, seperti yang akan kalian lihat…. Berikut adalah sebuah contoh yang akan menunjukkan kepada kalian, lebih baik dari yang lain, bagaimana mudahnya kita dapat keliru dan betapa ternyata kita hampir selalu keliru.

Apakah yang hendak kalian katakan, saudara-saudaraku terkasih, andai kalian hidup pada masa St Nikolaus dan kalian melihatnya datang di tengah malam buta, mengendap-endap di sekitar rumah ketiga gadis itu, mengintip dan mengamat-amati dengan seksama bahwa tak seorang pun melihatnya. Lihatlah uskup itu, pastilah saat itu juga kalian akan berpikiran yang merendahkan dan menghinakan panggilannya; ia seorang munafik yang mengerikan! Ia tampak bagai seorang kudus apabila di gereja, dan lihatlah ia sekarang, mengendap-endap tengah malam, di depan pintu rumah ketiga gadis yang tidak memiliki reputasi terlalu baik! Namun demikian, saudara-saudaraku terkasih, uskup ini, yang pastilah telah kalian kutuki, adalah sungguh seorang santo besar dan terkasih di hadapan Allah. Apa yang sedang ia lakukan adalah perbuatan belas kasih yang terbaik di dunia. Demi menyelamatkan para gadis ini dari aib, ia datang tengah malam dan melemparkan uang kepada mereka melalui jendela rumah mereka, sebab ia khawatir, kemiskinan akan membuat mereka menghantarkan diri mereka sendiri ke dalam dosa.

Kisah ini hendaknya mengajarkan kepada kita untuk jangan pernah menghakimi perbuatan sesama kita tanpa terlebih dahulu merefleksikannya dengan baik. Bahkan demikian, tentu saja, kita hanya berhak membuat penghakiman yang demikian atas orang apabila kita sungguh bertanggung jawab atas tingkah laku orang tersebut, yaitu, apabila kita adalah orangtua atau guru, dan sebagainya. Sementara, sejauh itu menyangkut orang-orang lain, kita nyaris selalu keliru. Ya, sungguh, saudara-saudaraku, aku telah melihat orang-orang membuat penghakiman-penghakiman yang salah atas niat sesama sementara saya tahu dengan sangat pasti bahwa niat-niat tersebut adalah baik. Telah sia-sia saja aku berusaha membuat mereka mengerti, tidak ada hasilnya. Ah! Kesombongan yang terkutuk, kekejian apakah yang engkau lakukan dan betapa banyak jiwa yang telah engkau hantar ke neraka! Jawablah ini, saudara-saudaraku terkasih. Adakah penghakiman-penghakiman yang kita buat atas perbuatan-perbuatan sesama kita memiliki dasar yang lebih baik dari yang akan dibuat siapa pun yang mungkin melihat St Nikolaus berjalan mendendap-endap sekitar rumah itu sementara berusaha mencari jendela kamar di mana ketiga gadis itu berada?

Bukanlah kepada kita, orang-orang lain harus mempertanggung-jawabkan hidupnya, melainkan hanya kepada Tuhan saja. Tetapi kita ingin memposisikan diri kita sendiri sebagai hakim atas apa yang bukan urusan kita. Dosa-dosa orang lain adalah urusan orang lain, yaitu tanggung jawab mereka sendiri, dan dosa-dosa kita adalah urusan kita sendiri. Tuhan tidak akan meminta kita untuk menyampaikan pertanggung-jawaban atas apa yang telah orang lain lakukan, melainkan semata-mata atas apa yang telah kita sendiri lakukan.

Jadi, marilah kita menjaga diri kita sendiri, dan tidak begitu menyusahkan diri kita sendiri dengan urusan orang lain, memikirkan serta membicarakan apa yang telah orang-orang lain katakan atau perbuat. Semuanya itu, saudara-saudaraku terkasih, hanya akan menghabiskan tenaga dengan sia-sia, dan hanya mungkin timbul dari kesombongan yang dapat disamakan dengan kesombongan kaum Farisi yang menyibukkan diri semata-mata dengan memikirkan dan menghakimi sesamanya daripada menyibukkan diri dengan permenungan-permenungan akan dosa-dosanya sendiri serta menangisi usahanya sendiri yang lemah. Marilah kita meninggalkan kebiasaan menghakimi sesama, saudara-saudaraku terkasih, dan berpuas diri, seperti Raja Daud yang kudus, dengan mengatakan: Tuhan, berilah aku rahmat untuk mengenali diriku sendiri seperti aku apa adanya, sehingga aku dapat mengetahui apa yang tidak berkenan bagi-Mu, dan bagaimana memperbaikinya, bertobat, serta beroleh pengampunan.

Tidak, saudara-saudaraku terkasih, barangsiapa melewatkan waktunya dengan mengamat-amati tingkah laku orang lain, ia tidak mengenal pun bukan milik Allah.

sumber : “St Nicholas and the Three Girls by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar