oleh: St. Yohanes Maria Vianney
Ah, Tuhan-ku terkasih, betapa menyedihkannya seorang yang adalah budak kemarahan! Lihatlah, seorang isteri malang yang mempunyai suami yang demikian. Apabila sang isteri adalah seorang yang takut akan Tuhan dan hendak menghindarkan suaminya dari menghina Tuhan dan memperlakukannya dengan buruk, ia tak dapat mengatakan sepatah kata pun, bahkan apabila ia sangat ingin melakukannya. Ia harus berpuas diri dengan menangis diam-diam demi menghindari pertengkaran di rumah dan resiko aib.
“Tetapi,” seorang suami yang pemarah akan berkata kepadaku, “mengapakah ia melawan aku? Semua orang tahu bahwa aku seorang yang cepat marah.”
“Engkau seorang yang cepat marah, sahabatku, tetapi apakah engkau pikir orang-orang lain tidak cepat marah sepertimu? Jadi, lebih baik katakanlah bahwa engkau tidak beragama, maka engkau akan menjelaskan siapa dirimu. Tidakkah semua orang yang takut akan Allah wajib mengetahui bagaimana mengendalikan hawa nafsu mereka dan bukannya membiarkan diri dikuasai oleh hawa nafsu?”
Sungguh malang! Jika aku katakan bahwa ada perempuan-perempuan yang malang sebab mereka memiliki suami yang suka marah dan cepat naik darah, maka ada suami-suami yang tak kurang malangnya sebab memiliki isteri yang tidak tahu bagaimana mengatakan suatu kata pun dengan lemah lembut, yang tak dapat dipahami atau dimengerti siapapun selain di antara mereka sendiri. Dan betapa tidak bahagianya rumah tangga di mana masing-masing tidak ada yang mau mengalah! Tiada lain kecuali percekcokan, pertengkaran dan saling menyalahkan. Ah, Tuhan terkasih, bukankah ini benar-benar suatu neraka? Sungguh menyedihkan, pendidikan apakah yang dapat diberikan kepada anak-anak dalam rumah-rumah yang demikian! Pendidikan dalam kebijaksanaan dan dalam perilaku baik apakah yang dapat mereka terima? St Basilus mengatakan bahwa kemarahan menjadikan manusia serupa iblis, sebab hanya iblis yang dapat bertindak melampaui batas seperti ini…. Dan aku akan menambahkan bahwa kemarahan tidak pernah datang sendirian. Ia senantiasa disertai oleh banyak dosa-dosa lain….
Kalian telah mendengar bagaimana seorang ayah yang dikuasai kemarahan mempergunakan kata-kata yang tidak pantas, melontarkan umpatan dan kutukan. Baiklah. Dengarkanlah anak-anaknya apabila mereka marah - kata-kata makian yang sama, umpatan yang sama, dan semuanya. Demikianlah kebiasaan-kebiasaan buruk orangtua - sama seperti kebajikan orangtua - menurun pada anak-anak mereka, tetapi dengan cara yang lebih fasih. Orang-orang kanibal hanya membunuh orang-orang asing untuk dimakan, tetapi, di antara umat Kristiani, terdapat para ayah dan para ibu yang, demi memuaskan nafsu amarah mereka, menghendaki kematian mereka yang diperanakkannya dan menyerahkan kepada setan mereka yang telah ditebus Yesus Kristus dengan Darah-Nya yang Mahasuci. Betapa sering orang mendengar para ayah dan para ibu yang tidak beragama, mengatakan, “Anak terkutuk ini…. Kamu membuatku muak…. Aku harap kamu enyah jauh dari sini…. Anak yang begini dan begini…. Bocah tengik ini…. Anak setan! ...” Dan sebagainya.
Ya, Tuhan terkasih, betapa kata-kata yang jahat dan keji itu meluncur dari bibir para ayah dan para ibu yang seharusnya tak menghendaki suatupun selain dari berkat dari surga bagi anak-anak kecil mereka yang lemah.
Apabila kita mendapati begitu banyak anak yang liar dan tidak disiplin, tak beragama, berperangai buruk dan kerdil jiwanya, kita tidak perlu - setidak-tidaknya dalam sebagian besar kasus - mencari penyebab dari segala kutuk dan tingkah laku buruk mereka, yang sesungguhnya berasal dari orangtua mereka.
Lalu, bagaimanakah anggapan kita akan dosa dari mereka yang mengutuki diri sendiri di saat-saat kecemasan dan kesulitan? Ini adalah kejahatan mengerikan yang bertentangan dengan kodrat dan rahmat, sebab baik kodrat maupun rahmat mengilhami kita untuk mengasihi diri kita sendiri. Mereka yang mengutuki dirinya sendiri adalah bagaikan orang-orang gila yang mati akibat tangan-tangan mereka sendiri. Bahkan lebih buruk dari itu. Seringkali mereka menyalahkan jiwa mereka sendiri dengan mengatakan, “Kiranya Allah mengutuki aku! Aku harap setan segera membawaku pergi! Aku lebih suka di neraka daripada seperti ini.”
Wahai, makhluk yang malang, kata St Agustinus, kiranya Tuhan tidak menanggapi serius kata-katamu, sebab jika demikian, engkau akan segera pergi untuk memuntahkan racun kemurkaanmu di neraka. Oh, Tuhan, andai seorang Kristiani benar-benar memikirkan apa yang dikatakannya…. Betapa sungguh celaka orang yang dikuasai kemarahan! Adakah orang akan pernah sanggup memahami mentalitasnya?
Lalu, bagaimana dengan dosa antara suami dan isteri, saudara dan saudari, yang saling melontarkan segala macam kutuk satu sama lain? Andai dapat, mereka akan saling mencungkil mata satu sama lain, atau bahkan merenggut nyawa satu sama lain.
“Isteri yang begini dan begini!” atau “Suami yang begini dan begini!” teriak mereka, “Aku harap aku tak pernah melihat atau mengenalmu…. Sungguh bodoh ayahku yang menasehatiku untuk menikah denganmu!....”
Betapa mengerikan perkataan ini, yang berasal dari orang-orang Kristiani yang seharusnya berjuang hanya untuk menjadi kudus! Malahan, mereka melakukan hanya apa yang akan menjadikan mereka setan dan dicampakkan dari surga! Betapa sering kita melihat sesama saudara dan saudari yang saling menghendaki kematian satu sama lain, yang saling menyumpahi satu sama lain, sebab yang satu lebih kaya dari yang lain atau karena yang satu berbuat salah terhadap yang lain? Kita melihat mereka memelihara kedengkian sepanjang hidup mereka dan bahkan merasa sangat berat memaafkan satu sama lain walau sedang di ambang ajal.
Pula adalah dosa berat mengutuki cuaca, binatang-binatang, ataupun pekerjaan.
Coba dengar apa kata orang ketika cuaca tidak seperti yang mereka kehendaki; mereka menyumpahinya dan berseru, “Cuaca yang begini dan begini, adakah engkau tidak akan pernah berubah!”
Mereka tidak mengerti apa yang mereka katakan. Seolah mereka hendak mengatakan, “Oh, Tuhan yang begini dan begini, yang tak mau memberikan cuaca seperti yang aku kehendaki!”
Yang lain menyumpahi binatang-binatang mereka, “Hewan yang begini dan begini, aku tak dapat membuatmu pergi seperti yang aku mau…. Kiranya iblis membawamu enyah dari sini!... Aku harap halilintar menyambarmu!... Kiranya api surga melalapmu habis!...”
Sungguh malang! Orang-orang yang muram, orang-orang yang pemarah, kutukanmu mendatangkan dampak lebih dari yang engkau pikirkan….
Jadi, jika demikian, apakah yang harus kita lakukan? Inilah yang harus kita lakukan. Kita harus mendayagunakan segala kemarahan yang muncul dalam diri kita untuk mengingatkan diri bahwa karena kita berontak melawan Allah, maka adillah apabila ciptaan-ciptaan yang lain juga berontak melawan kita. Janganlah pernah kita memberikan kesempan pada yang lain untuk mengumpat kita…. Jika suatu peristiwa yang menjengkelkan atau menyusahkan terjadi, daripada melontarkan berbagai kutukan atas apa yang terjadi yang tidak sesuai dengan keinginan kita, adalah lebih mudah dan jauh lebih bermanfaat bagi kita mengatakan, “Tuhan memberkati kita!”
Teladanilah Ayub yang kudus, yang memberkati nama Tuhan dalam segala kemalangan yang menimpanya, maka kalian akan menerima rahmat yang sama seperti yang ia terima…. Inilah yang aku kehendaki bagi kalian.
sumber : “Anger Does Not Travel Alone by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar