Rabu, 05 Mei 2010


Jadikan Kematianmu Serupa dengan Kematian Yesus Kristus

oleh: St. Yohanes Maria Vianney
Andai kita harus mati dua kali, kita dapat membuang satu kematian. Tetapi, manusia mati satu kali saja, dan dari kematiannya bergantung kehidupan abadinya. Di mana pohon tumbang, di situlah ia akan tergeletak. Jika, di saat ajalnya, seseorang hidup buruk, maka jiwanya yang malang akan jatuh di neraka. Jika, sebaliknya, ia dalam keadaan rahmat, jiwanya akan berada di jalan menuju surga. Oh, betapa jalan bahagia! …

Pada umumnya, orang mati sebagaimana ia hidup. Itulah salah satu dari kebenaran besar yang diulang Kitab Suci dan para Bapa di banyak tempat. Jika kalian hidup sebagai umat Kristiani yang baik, kalian pasti akan mati sebagai umat Kristiani yang baik, tetapi jika kalian hidup buruk, kalian pasti akan mati secara buruk. Nabi Yesaya mengingatkan kita bahwa orang yang tidak saleh, yang memikirkan hanya perbuatan jahat, berada dalam keadaan celaka, sebab ia akan diperlakukan sebagaimana ia pantas mendapatkannya. Di saat kematian, ia akan menerima ganjaran atas perbuatan yang telah ia lakukan. Tetapi, memang benar bahwa terkadang, oleh semacam mukjizat, orang dapat memulai hidupnya dengan buruk dan mengakhirinya dengan baik, tetapi hal itu sangat jarang terjadi sehingga, seperti dikatakan St Hieronimus, kematian pada umumnya adalah gema hidup. Jadi, kalian pikir bahwa kalian akan kembali kepada Tuhan? Tidak, kalian akan binasa dalam dosa….

Roh Kudus mengatakan kepada kita bahwa apabila kita mempunyai teman, hendaknyalah kita berbuat baik kepadanya sebelum kita meninggal. Baiklah, saudara-saudaraku terkasih, dapatkah seorang mempunyai sahabat yang terlebih baik dari jiwanya sendiri? Marilah kita melakukan segala kebajikan yang dapat kita lakukan baginya, sebab pada saat kita hendak melakukan yang baik kepada jiwa kita, kita tidak akan berkesempatan lagi untuk melakukannya lagi! … Hidup itu singkat.

Jika kalian menunda-nunda mengubah cara hidup kalian hingga saat ajal, kalian itu buta, sebab kalian tidak tahu baik saat dan tempat di mana kalian akan mati, malahan mungkin tanpa pertolongan. Siapakah gerangan yang tahu bahwa kalian tidak akan melewati malam ini, dan dengan berlumuran dosa-dosa, kalian berdiri di hadapan pengadilan Yesus Kristus?

Ya, saudara-saudaraku terkasih, sebagaimana hidup, demikian pulalah kematian kalian. Jangan berharap akan mukjizat, yang jarang Tuhan adakan. Kalian hidup dalam dosa; baiklah, kalian akan mati dalam dosa….

Jika kita merindukan kematian yang baik, kita wajib mengamalkan hidup Kristiani.

Dan cara kita untuk mempersiapkan kematian yang baik adalah membuat kematian kita serupa dengan kematian Yesus Kristus.

Dapatkah hidup seorang Kristiani yang baik merupakan sesuatu yang lain dari hidup dia yang dipaku di salib bersama Yesus Kristus?  

sumber : “Model Your Death upon that of Jesus Christ by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

Kematian yang Buruk

oleh: St. Yohanes Maria Vianney

Apabila kalian bertanya kepadaku apa yang oleh sebagian besar orang dipahami sebagai suatu kematian yang buruk, aku akan menjawab: “Apabila seorang meninggal di puncak hidupnya, berkeluarga, menikmati kesehatan yang prima, kekayaan yang berlimpah, dan meninggalkan anak-anak dan isteri yang berduka, tak diragukan lagi, tetapi kematian yang demikian amatlah tragis. Raja Yehezkiel mengatakan, “Mengapa, ya Tuhan! Aku harus mati di tengah tahun-tahunku, di puncak hidupku!” Dan Raja-Nabi memohon kepada Tuhan untuk tidak mencabut nyawanya di puncak hidupnya. Yang lain mengatakan bahwa mati di tangan para algojo di tiang gantungan adalah kematian yang buruk. Yang lain lagi mengatakan bahwa kematian yang tiba-tiba adalah kematian yang buruk, seperti misalnya, tewas karena suatu bencana, atau mati tenggelam, atau jatuh dari suatu bangunan yang tinggi dan tewas. Dan kemudian sebagian lainnya mengatakan bahwa yang paling buruk adalah mati karena suatu penyakit yang ganas, seperti wabah atau penyakit menular lainnya.

Namun demikian, saudara-saudaraku terkasih, aku hendak mengatakan kepada kalian bahwa tak satupun dari yang disebutkan di atas adalah kematian yang buruk. Andai seorang hidup baik, dan ia mati di puncak hidupnya, maka kematiannya sungguh berharga di mata Tuhan. Ada pada kita banyak para kudus yang meninggal di puncak hidup mereka. Pula, bukanlah suatu kematian yang buruk mati di tangan para algojo. Segenap para martir mati di tangan para algojo.

Mati mendadak juga bukanlah suatu kematian yang buruk, andai seorang telah siap. Ada pada kita banyak para kudus yang mati mendadak macam itu. St Simeon tewas disambar kilat di tiangnya. St Fransiskus de Sales wafat karena apoplexia. Dan terakhir, mati karena suatu wabah penyakit bukanlah suatu kematian yang mengerikan; St Rochus dan St Fransiskus Xaverius meninggal karena penyakit.

Tetapi, yang mengakibatkan suatu kematian yang buruk adalah dosa. Ah, dosa yang mengerikan ini, yang mencabik-cabik dan melahap habis di saat-saat ngeri ini! Sungguh malang, tak peduli di mana orang-orang malang, para pendosa yang malang ini, memandang, ia melihat hanya dosa dan mengabaikan rahmat-rahmat! Apabila ia mengarahkan matanya ke surga, ia melihat hanya Tuhan yang marah, yang diperlengkapi dengan segala murka keadilan-Nya, yang siap menghukumnya. Apabila ia mengarahkan matanya ke bawah, ia melihat hanya neraka dan angkara murkanya yang telah membuka pintu-pintu gerbangnya untuk melahap dia. Sungguh malang! Pendosa yang malang ini tak hendak mengenali keadilan Tuhan semasa hidupnya di dunia; pada saat ini, bukan hanya ia melihatnya, melainkan ia merasakannya telah menghimpitnya. Semasa hidupnya, ia selalu berusaha menyembunyikan dosa-dosanya, atau setidaknya berusaha sebaik mungkin menutupinya. Tetapi di saat ini semuanya diperlihatkan kepadanya seperti dalam terang benderang siang hari. Ia melihat sekarang apa yang seharusnya dilihatnya sebelumnya, yang tak hendak dilihatnya. Ia hendak menangisi dosa-dosanya, tetapi ia tidak punya lagi waktu. Ia memandang rendah Tuhan semasa hidupnya; sekarang, pada gilirannya Tuhan memandang rendah dia dan meninggalkannya dalam keputusasaan.

Dengarkanlah, hai para pendosa yang bebal, kalian yang sekarang berkubang dalam kesenangan-kesenangan yang demikian, dalam lumpur kejahatan kalian, tanpa pernah berpikir sekejap pun untuk mengubah hidup kalian, yang mungkin akan memikirkan hal ini hanya ketika Tuhan telah meninggalkan kalian, seperti yang telah terjadi pada orang-orang yang berdosa seperti kalian. Ya, Roh Kudus telah mengatakan kepada kita bahwa para pendosa di saat-saat akhir mereka akan menggertakkan gigi, akan dicekam oleh ketakutan yang ngeri, dalam pemikiran akan dosa-dosa mereka.

Dosa-dosa mereka akan bangkit di hadapan mereka dan mendakwa mereka.

“Alangkah malangnya!” seru mereka di saat ngeri ini, “alangkah malangnya! Apakah gunanya kesombongan ini, pameran kebanggaan yang sia-sia ini, dan segala kesenangan yang kami nikmati dalam dosa? Segalanya telah berakhir sekarang. Tiada barang satu keutamaan pun dalam diri kami, melainkan kami telah sepenuhnya dikuasai oleh hasrat dan nafsu kami yang jahat.”

… Sungguh menyedihkan, tetapi suatu penghukuman yang adil bahwa para pendosa, yang sepanjang hidup mereka telah menyia-nyiakan segala rahmat yang Tuhan tawarkan kepada mereka, tiada lagi mendapati rahmat pada saat mereka hendak mengambil manfaat darinya. Sungguh malang! Teramat banyak jumlah orang yang mati demikian di hadapan Tuhan. Sungguh malang! bahwa ada begitu banyak orang-orang buta ini yang tak hendak membuka mata mereka hingga saat ketika tidak ada lagi obat bagi kejahatan mereka! Ya, saudara-saudaraku terkasih, ya, suatu hidup dalam dosa dan suatu kematian yang ditolak! Kalian dalam dosa dan kalian tak hendak mengakhirinya? Tidak, kata kalian. Baiklah, anak-anakku, kalian akan binasa dalam dosa.

sumber : “The Bad Death by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com
Kemurnian Tak Lagi Dikenal

oleh: St. Yohanes Maria Vianney



Sungguh menyedihkan, saudara-saudaraku terkasih, betapa kemurnian kurang dikenal dalam dunia ini; betapa kita kurang menghargainya; betapa kita kurang memberikan perhatian untuk memeliharanya; betapa kurang semangat kita dalam memohon kemurnian kepada Tuhan, sebab kita tidak dapat memilikinya dari diri kita sendiri.

Tidak, saudara-saudaraku terkasih, kemurnian tidak dikenal oleh mereka yang tercela dan mereka yang tak bermoral, yang berkubang dan bergelimang dalam lumpur kebejadan moral mereka, yang hatinya… terpanggang dan terbakar oleh api kenajisan…. [kalimat tidak selesai - red.] Sungguh malang, jauh dari upaya untuk memadamkannya, malahan mereka tidak berhenti menyalakan dan mengobarkannya dengan tatapan mereka, hasrat mereka, dan perbuatan mereka. Bagaimanakah keadaan suatu jiwa yang demikian apabila ia menghadirkan diri di hadapan Allah-nya! Kemurnian!

Tidak, saudara-saudaraku terkasih, keutamaan yang indah ini tidak dikenal oleh orang yang mulutnya tak lain adalah suatu lubang dan suatu pipa suplai yang dipergunakan neraka untuk memuntahkan ketidakmurniannya ke atas bumi dan yang hidup darinya sebagai makanannya sehari-hari. Sungguh malang! Jiwa malang itu hanya merupakan obyek kengerian di surga dan di bumi! Tidak, saudara-saudaraku terkasih, keutamaan luhur kemurnian ini tidak dikenal oleh para pemuda yang matanya dan tangannya cemar oleh tatapan dan …. [kalimat tidak selesai - red.]  Ya Tuhan, betapa banyak jiwa-jiwa yang diseret oleh dosa ini ke neraka! …. Tidak, saudara-saudaraku terkasih, keutamaan yang indah ini tidak dikenal oleh para gadis yang duniawi dan rusak, yang melakukan begitu banyak persiapan dan mencurahkan begitu banyak perhatian demi menarik mata dunia kepada dirinya, yang dengan busana mereka yang tidak sopan memaklumkan kepada publik bahwa mereka adalah alat-alat kejahatan yang dipergunakan neraka untuk merusakkan jiwa-jiwa - jiwa-jiwa yang deminya Yesus Kristus mencurahkan karya-Nya, mencucurkan airmata-Nya dan memberikan Diri-Nya disiksa! ....

Lihatlah mereka, orang-orang yang malang itu, dan kalian akan melihat bahwa ribuan roh-roh jahat mengelilingi kepala dan dada mereka. Ya, Tuhan-ku, bagaimanakah bumi dapat menopang hamba-hamba neraka yang demikian? Dan yang terlebih mencengangkan dalam memahami hal ini adalah bagaimana para ibu mereka menolerir mereka dalam keadaan seorang Kristiani yang tidak layak! Andai aku tidak khawatir terlampau jauh, aku akan mengatakan kepada para ibu itu bahwa nilai mereka tak lebih dari para puteri mereka.

Sungguh menyedihkan! Hati yang tercela dan mata yang cemar itu tak lain adalah sumber racun yang membawa maut bagi siapa saja yang memandang atau mendengarkan mereka. Bagaimanakah monster-monster asusila yang demikian akan berani menghadirkan diri di hadapan Allah yang Mahakudus dan yang begitu jijik terhadap ketidakmurnian! Sungguh kasihan! Hidup mereka yang malang tak lain adalah timbunan bahan bakar yang mereka himpun untuk meningkatkan kobaran api neraka sepanjang kekekalan masa.

Tetapi, saudara-saudaraku terkasih, marilah kita berhenti membicarakan subyek yang begitu menjijikkan dan begitu memuakkan bagi seorang Kristiani ini, yang kemurniannya patut meneladani kemurnian Yesus Kristus Sendiri, dan marilah kita kembali ke keutamaan kita yang luhur, yang mengangkat kita ke surga, yang membukakan bagi kita Hati Tuhan kita yang mengagumkan, yang melimpahkan ke atas kita segala macam berkat rohani dan duniawi….

St Yakobus mengatakan kepada kita bahwa keutamaan ini berasal dari surga dan bahwa kita tidak akan pernah dapat memilikinya jika kita tidak memohonnya kepada Tuhan. Sebab itu, patutlah kita kerap memohon kepada Tuhan untuk menganugerahkan kepada kita kemurnian dalam mata, dalam kata-kata, dan dalam segala perbuatan kita….

Akhirnya, hendaknyalah kita memiliki devosi yang mendalam kepada Santa Perawan, jika kita rindu memelihara keutamaan yang manis ini; hal ini sudah sangat jelas, sebab Bunda Maria adalah ratu dan teladan para perawan....

sumber : “Purity Is Not Known by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

St Nikolaus dan Ketiga Gadis

oleh: St. Yohanes Maria Vianney

Sekarang, katakanlah saudara-saudaraku, didasarkan atas apakah penghakiman dan penghukuman yang gegabah? Sungguh menyedihkan! Hal itu didasarkan atas bukti yang sangat lemah saja, dan terlebih sering atas apa “kata orang”. Tetapi mungkin kalian akan mengatakan kepadaku bahwa kalian telah melihat dan mendengar ini dan itu. Sayang sekali, kalian bisa saja keliru dalam baik apa yang kalian lihat maupun yang kalian dengar, seperti yang akan kalian lihat…. Berikut adalah sebuah contoh yang akan menunjukkan kepada kalian, lebih baik dari yang lain, bagaimana mudahnya kita dapat keliru dan betapa ternyata kita hampir selalu keliru.

Apakah yang hendak kalian katakan, saudara-saudaraku terkasih, andai kalian hidup pada masa St Nikolaus dan kalian melihatnya datang di tengah malam buta, mengendap-endap di sekitar rumah ketiga gadis itu, mengintip dan mengamat-amati dengan seksama bahwa tak seorang pun melihatnya. Lihatlah uskup itu, pastilah saat itu juga kalian akan berpikiran yang merendahkan dan menghinakan panggilannya; ia seorang munafik yang mengerikan! Ia tampak bagai seorang kudus apabila di gereja, dan lihatlah ia sekarang, mengendap-endap tengah malam, di depan pintu rumah ketiga gadis yang tidak memiliki reputasi terlalu baik! Namun demikian, saudara-saudaraku terkasih, uskup ini, yang pastilah telah kalian kutuki, adalah sungguh seorang santo besar dan terkasih di hadapan Allah. Apa yang sedang ia lakukan adalah perbuatan belas kasih yang terbaik di dunia. Demi menyelamatkan para gadis ini dari aib, ia datang tengah malam dan melemparkan uang kepada mereka melalui jendela rumah mereka, sebab ia khawatir, kemiskinan akan membuat mereka menghantarkan diri mereka sendiri ke dalam dosa.

Kisah ini hendaknya mengajarkan kepada kita untuk jangan pernah menghakimi perbuatan sesama kita tanpa terlebih dahulu merefleksikannya dengan baik. Bahkan demikian, tentu saja, kita hanya berhak membuat penghakiman yang demikian atas orang apabila kita sungguh bertanggung jawab atas tingkah laku orang tersebut, yaitu, apabila kita adalah orangtua atau guru, dan sebagainya. Sementara, sejauh itu menyangkut orang-orang lain, kita nyaris selalu keliru. Ya, sungguh, saudara-saudaraku, aku telah melihat orang-orang membuat penghakiman-penghakiman yang salah atas niat sesama sementara saya tahu dengan sangat pasti bahwa niat-niat tersebut adalah baik. Telah sia-sia saja aku berusaha membuat mereka mengerti, tidak ada hasilnya. Ah! Kesombongan yang terkutuk, kekejian apakah yang engkau lakukan dan betapa banyak jiwa yang telah engkau hantar ke neraka! Jawablah ini, saudara-saudaraku terkasih. Adakah penghakiman-penghakiman yang kita buat atas perbuatan-perbuatan sesama kita memiliki dasar yang lebih baik dari yang akan dibuat siapa pun yang mungkin melihat St Nikolaus berjalan mendendap-endap sekitar rumah itu sementara berusaha mencari jendela kamar di mana ketiga gadis itu berada?

Bukanlah kepada kita, orang-orang lain harus mempertanggung-jawabkan hidupnya, melainkan hanya kepada Tuhan saja. Tetapi kita ingin memposisikan diri kita sendiri sebagai hakim atas apa yang bukan urusan kita. Dosa-dosa orang lain adalah urusan orang lain, yaitu tanggung jawab mereka sendiri, dan dosa-dosa kita adalah urusan kita sendiri. Tuhan tidak akan meminta kita untuk menyampaikan pertanggung-jawaban atas apa yang telah orang lain lakukan, melainkan semata-mata atas apa yang telah kita sendiri lakukan.

Jadi, marilah kita menjaga diri kita sendiri, dan tidak begitu menyusahkan diri kita sendiri dengan urusan orang lain, memikirkan serta membicarakan apa yang telah orang-orang lain katakan atau perbuat. Semuanya itu, saudara-saudaraku terkasih, hanya akan menghabiskan tenaga dengan sia-sia, dan hanya mungkin timbul dari kesombongan yang dapat disamakan dengan kesombongan kaum Farisi yang menyibukkan diri semata-mata dengan memikirkan dan menghakimi sesamanya daripada menyibukkan diri dengan permenungan-permenungan akan dosa-dosanya sendiri serta menangisi usahanya sendiri yang lemah. Marilah kita meninggalkan kebiasaan menghakimi sesama, saudara-saudaraku terkasih, dan berpuas diri, seperti Raja Daud yang kudus, dengan mengatakan: Tuhan, berilah aku rahmat untuk mengenali diriku sendiri seperti aku apa adanya, sehingga aku dapat mengetahui apa yang tidak berkenan bagi-Mu, dan bagaimana memperbaikinya, bertobat, serta beroleh pengampunan.

Tidak, saudara-saudaraku terkasih, barangsiapa melewatkan waktunya dengan mengamat-amati tingkah laku orang lain, ia tidak mengenal pun bukan milik Allah.

sumber : “St Nicholas and the Three Girls by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

Hatimu Dipenuhi Kesombongan Belaka

oleh: St. Yohanes Maria Vianney

Kalian akan mengatakan kepadaku, mungkin, bahwa kalian tidak pernah menghakimi orang terkecuali dengan apa yang kalian lihat atau setelah kalian benar-benar mendengar atau menyaksikan sendiri suatu perbuatan: “Aku melihatnya melakukan perbuatan itu, maka aku yakin. Aku mendengar dengan telingaku sendiri apa yang ia katakan. Sebab itu, aku tak mungkin keliru.”

Tetapi, aku hendak menjawab dengan mengatakan kepada kalian untuk mulai dengan masuk ke dalam hatimu sendiri, yang tak lain dipenuhi kesombongan belaka. Kalian akan mendapati diri kalian jauh lebih bersalah daripada orang yang dengan berani kalian hakimi itu, dan kalian akan mendapati banyak ruang kegentaran, kalau-kalau suatu hari kelak kalian akan melihatnya dihantar ke surga sementara kalian diseret ke neraka oleh roh-roh jahat. “Oh, kesombongan yang celaka,” kata St Agustinus kepada kita, “engkau berani menghakimi saudaramu begitu tampak kejahatan yang paling remeh sekalipun, dan bagaimanakah engkau tahu bahwa ia tidak menyesali kesalahannya dan bahwa ia tidak dibilang di antara sahabat-sahabat Tuhan? Lebih baiklah berhati-hati agar ia tidak mengambil tempat di mana kesombonganmu telah menempatkanmu dalam bahaya besar tersesat.”

Ya, saudara-saudaraku terkasih, segala penghakiman yang gegabah ini dan segala penilaian ini datang hanya dari seorang yang memiliki kesombongan tersembunyi, yang tidak mengenal dirinya sendiri, dan yang berani berharap mengetahui kehidupan batin sesamanya, sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah saja. Andai saja, anak-anakku terkasih, kita dapat sampai pada tahap memberantas yang pertama dari dosa-dosa pokok ini dari hati kita, maka sesama kita tidak akan pernah melakukan yang salah dalam pandangan kita. Janganlah kita pernah menyenangkan diri dengan mengamat-amati tingkah laku orang. Hendaknyalah kita berpuas diri untuk tidak melakukan suatu apapun selain dari menangisi dosa-dosa kita sendiri dan berusaha sebaik mungkin untuk memperbaikinya.

sumber : “Your Heart is but a Mass of Pride by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

Iri Hati adalah Sampah Masyarakat

oleh: St. Yohanes Maria Vianney

Seperti kalian ketahui, saudara-saudaraku terkasih, sebagai sesama makhluk ciptaan kita terikat untuk saling memiliki simpati dan perasaan kasih satu sama lain. Namun, seorang yang iri hati hendak, andai mungkin, memusnahkan segala yang baik dan menguntungkan milik sesamanya. Kalian tahu juga, bahwa sebagai umat Kristiani kita wajib memiliki belas kasih tak terhingga kepada sesama. Tetapi seorang yang iri hati sungguh jauh menyimpang dari keutamaan yang demikian. Ia akan bahagia melihat sesamanya hancur. Setiap tanda kemurahan Tuhan atas sesama adalah bagaikan sebilah pisau yang menikam hatinya dan mengakibatkannya mati diam-diam. Karena kita semua adalah anggota dari Tubuh yang sama, di mana Yesus Kristus adalah Kepala, sepatutnyalah kita berjuang begitu rupa agar persatuan, kebajikan, kasih dan semangat kita dapat di lihat dalam diri kita masing-masing dan dalam diri kita semua. Agar kita semua bahagia, kita hendaknya bersukacita, seperti nasehat St Paulus, bersama orang yang bersukacita dan menangis bersama mereka yang ditimpa kesusahan atau kemalangan. Tetapi, sangat jauh dari perasaan yang demikian, mereka yang iri hati tak henti-hentinya menyebarkan aib dan fitnah atas sesama mereka. Tampaknya, bagi mereka, dengan cara demikian mereka dapat melakukan sesuatu demi meringankan dan meredakan kedongkolan hati mereka.  

Tetapi, sayangnya, kita belum mengatakan semuanya yang dapat dikatakan mengenai iri hati. Iri hati adalah kebiasaan buruk yang mematikan, yang melengserkan raja-raja dan kaisar-kaisar dari tahta mereka. Mengapakah menurut pendapatmu, saudara-saudaraku terkasih, bahwa di antara para raja, para kaisar, mereka yang menduduki tempat utama di kalangan manusia, sebagian diturunkan dari tempat istimewa mereka, sebagian diracun, sementara yang lainnya dibunuh? Hal ini hanya karena seseorang ingin menduduki tempat mereka. Bukan makanan, bukan pula minuman, ataupun tempat tinggal yang diinginkan para pelaku kejahatan yang demikian. Sama sekali bukan. Melainkan, mereka dirasuki oleh iri hati.   

Kita ambil contoh lain. Adalah seorang pedagang yang hendak menguasai seluruh perdagangan bagi dirinya sendiri tampa menyisakan suatupun bagi yang lain. Jika orang meninggalkan tokonya untuk pergi ke tempat lain, ia akan berusaha sebaik mungkin untuk mengatakan segala yang buruk, entah mengenai pedagang saingannya atau mengenai kualitas barang yang dijual saingannya. Ia akan mempergunakan segala macam cara yang mungkin untuk menghancurkan reputasi saingannya, mengatakan bahwa barang-barang saingannya tidak memiliki kualitas yang sama dengan yang barang miliknya, atau bahwa saingannya mempermainkan timbangan. Kalian akan mendapati pula, bahwa seorang yang iri hati seperti ini memiliki tipu muslihat neraka untuk menambahkan kepada segala perbuatan kejinya itu perkataan seperti, “Janganlah engkau katakan,” katanya kepadamu, “hal ini kepada yang lainnya; hal ini amat menyakitkan dan menyedihkanku. Aku mengatakannya hanya kepadamu sebab aku tidak mau melihatmu ditipu.”   

Seorang pekerja mendapati bahwa seorang lain sekarang akan dipekerjakan di tempat di mana ia dahulu biasa bekerja. Hal ini membuatnya sangat murka, dan ia akan melakukan segala daya upaya dalam kuasanya untuk menjatuhkan si “pembuat onar” ini agar ia pada akhirnya sama sekali tidak dipekerjakan di sana.

Lihatlah seorang bapa dari sebuah keluarga, betapa ia akan murka mendapati tetangga sebelah rumahnya lebih makmur dari dirinya, atau jika ladang tetangganya itu menghasilkan panen lebih berlimpah. Lihatlah seorang ibu; ia tidak akan suka mendengar orang berbicara baik mengenai anak-anak lain, kecuali anak-anaknya. Apabila orang memuji anak-anak dari keluarga lain kepadanya dan tidak mengatakan suatupun yang baik mengenai anak-anaknya, maka sang ibu akan menjawab, “Mereka hanya begitu saja,” dan ia akan menjadi sedih. Betapa bodohnya engkau, hai ibu yang malang! Pujian yang diberikan kepada anak-anak lain tidak mengurangkan apapun dari anak-anakmu.   

Lihat saja kecemburuan suami terhadap isteri atau kecembuaruan isteri terhadap suami. Perhatikan bagaimana mereka menyelidiki dengan seksama segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan pasangannya, bagaimana mereka mengamati setiap orang kepada siapa pasangannya berbicara, setiap rumah yang dikunjungi pasangannya. Apabila yang satu melihat pasangannya berbicara kepada seseorang, maka akan muncul tuduhan-tuduhan akan berbagai macam kesalahan, walau sesungguhnya pasangannya sama sekali tidak bersalah.

Iri hati jelas merupakan dosa terkutuk yang menempatkan penghalang antara saudara-saudara dan saudari pula. Begitu seorang bapa atau seorang ibu memberikan lebih banyak kepada salah seorang anggota keluarga daripada yang lain, kalian akan melihat munculnya kedengkian karena iri hati terhadap orangtua atau terhadap saudara atau saudari yang lebih dikasihi - kedengkian yang dapat berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya, dan terkadang bahkan seumur hidup. Ada anak-anak yang memasang mata waspada terhadap orangtua mereka hanya demi memastikan bahwa orangtua mereka tidak memberikan segala bentuk hadiah atau hak istimewa kepada salah seorang anggota keluarga. Apabila, toh hal ini terjadi, tak ada hal-hal yang paling buruk yang tidak akan mereka katakan.

Kita dapat melihat bahwa dosa iri hati ini muncul pertama kalinya di kalangan anak-anak. Kalian akan melihat cemburu-cemburu kecil yang mereka rasakan satu sama lain apabila mereka mendapati adanya pilih kasih dari pihak orangtua. Seorang pemuda ingin menjadi satu-satunya yang dianggap memiliki kepandaian, atau terpelajar, atau berkepribadian baik. Seorang gadis ingin menjadi satu-satunya yang dikasihi, satu-satunya yang berpenampilan menarik, satu-satunya yang dikejar para pemuda; jika yang lain lebih populer dari dirinya, kalian akan melihat bagaimana si gadis akan khawatir dan sedih, bahkan menangis, mungkin, dan bukannya bersyukur kepada Tuhan karena diacuhkan makhluk ciptaan agar ia dapat terpikat kepada-Nya saja. Betapa iri hati merupakan nafsu yang menggila buta, saudara-saudaraku terkasih! Siapakah gerangan yang dapat berharap untuk memahaminya?

Sungguh sayang, kebiasaan buruk ini dapat ditemukan bahkan di kalangan mereka yang seharusnya tidak patut diperhitungkan, yaitu, di kalangan mereka yang mengaku mengamalkan agama mereka. Mereka akan memperhatikan berapa kali seseorang tertentu datang menerima Pengakuan Dosa atau bagaimana ia berlutut atau duduk sementara ia mendaraskan doa-doanya. Mereka akan mempercakapkan hal-hal ini dan mengkritik orang tersebut, sebab mereka beranggapan bahwa doa-doa atau perbuatan-perbuatan baiknya dilakukan hanya agar dilihat orang, atau dengan kata lain, bahwa semuanya itu pura-pura belaka. Kalian akan capai memberi tahu mereka bahwa perbuatan orang adalah urusan orang itu sendiri. Mereka menjadi marah dan merasa terhina apabila perilaku orang lain dianggap lebih baik dari perilaku mereka sendiri.

Kalian akan melihat iri hati bahkan di kalangan mereka yang miskin. Apabila seorang yang baik hati memberikan sedikit pemberian ekstra kepada salah seorang dari mereka, maka mereka akan memastikan untuk berbicara buruk mengenainya kepada sang dermawan, dengan harapan menjauhkan temannya itu dari pemberian selanjutnya di lain kesempatan. Tuhan terkasih, betapa kebiasaan buruk ini sungguh menjijikkan! Iri hati menyerang semua yang baik, yang rohani, pula yang duniawi.

Telah kita katakan bahwa kebiasaan buruk ini menunjukkan roh yang jahat dan picik. Betapa benarnya hal itu, sehingga tak seorang pun mau mengakui merasa iri hati, atau setidak-tidaknya tak seorang pun mau percaya bahwa ia dijangkiti oleh iri hati. Orang akan mempergunakan seribu satu macam cara untuk menyembunyikan iri hati mereka dari yang lain. Apabila seorang berbicara baik mengenai orang lain di hadapan kita, kita akan berdiam diri: kita sedih dan marah. Apabila kita harus mengatakan sesuatu, kita melakukannya dengan cara yang paling dingin dan tidak bersemangat. Tidak, anak-anakku terkasih, tak ada unsur belas kasih dalam hati yang iri. St Paulus menasehatkan kita agar bersukacita atas kebaikan yang terjadi atas sesama.

Sukacita, saudara-saudaraku, adalah apa yang harus diilhamkan belas kasih Kristiani dalam diri kita satu sama lain. Tetapi sentimen dari iri hati sungguh jauh berbeda.

Aku tidak percaya bahwa ada dosa yang lebih keji dan lebih berbahaya dari iri hati, sebab iri hati tersembunyi dan seringkali ditutupi dengan mantol keutamaan atau persahabatan yang menarik. Marilah kita lebih jauh dan memperbandingkannya dengan seekor singa, dengan seekor ular yang tertutup oleh rimbun dedaunan, yang akan menggigit kita tanpa kita mengetahuinya. Iri hati adalah sampar masyarakat yang tak mengecualikan siapa pun.

Kita menghantar diri kita sendiri ke neraka tanpa menyadarinya.

Tetapi, bagaimanakah kita akan menyembuhkan diri kita dari kebiasaan buruk ini apabila kita tidak merasa kita bersalah karenanya? Aku merasa yakin bahwa dari beribu-ribu jiwa yang iri hati, yang secara jujur memeriksa batin mereka, tak satu pun yang siap percaya dirinya terjangkiti kebiasaan buruk ini. Iri hati adalah dosa yang paling akhir dikenali.

Sebagian orang sama sekali tidak mengetahui bahwa mereka tidak mengenali seperempat dari dosa-dosa yang biasa mereka lakukan. Dan karena dosa iri hati jauh lebih sulit dikenali, maka tidaklah mengherankan bahwa begitu sedikit orang yang mengakuinya dan kemudian memperbaikinya. Karena dosa iri hati bukanlah dosa publik yang besar, yang dilakukan oleh orang-orang yang kasar dan brutal, maka mereka pikir dosa iri hati hanyalah merupakan cela kecil dalam belas kasih, sementara, sesungguhnya, dosa ini adalah dosa yang serius dan mematikan, yang mereka sembunyikan dan pelihara dalam hati mereka, kerap kali tanpa mereka sepenuhnya mengenalinya.

“Tetapi,” demikian mungkin kalian akan berpikir, “andai aku sungguh mengenalinya, aku akan melakukan yang terbaik guna memperbaikinya.”

Apabila kalian ingin dapat mengenalinya, saudara-saudaraku terkasih, hendaknyalah kalian berdoa kepada Roh Kudus memohon terang-Nya. Hanya Ia saja yang akan memberikan rahmat ini. Tak seorang pun dapat menunjukkan dosa ini kepada kalian tanpa penghukuman; sebab kalian tak hendak menyetujui atau menerimanya; kalian akan selalu menemukan sesuatu yang dapat meyakinkan diri kalian bahwa kalian tidak melakukan kesalahan dalam berpikir dan bertindak seperti yang kalian lakukan. Namun demikian, tahukah kalian apa yang dapat membantumu untuk mengetahui keadaan jiwamu dan menyingkapkan dosa keji ini yang tersembunyi dalam lubuk hatimu yang terdalam? Kerendahan hati. Sama seperti kesombongan menyembunyikan iri hati darimu, demikian pula kerendahan hati akan menyingkapkannya kepadamu.

sumber : “A Public Plague by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

Lidah si Penyebar Fitnah

oleh: St. Yohanes Maria Vianney

Barangsiapa yang malang, yang ada di bawah kuasa lidah si penyebar fitnah adalah bagaikan biji jagung di bawah batu penggiling di tempat penggilingan: ia akan digilas, diremukkan, dan sama sekali dihancurkan. Orang-orang seperti ini akan menanamkan dalam dirimu pikiran-pikiran yang tak pernah engkau miliki; mereka akan meracuni segala tindakan dan perbutanmu. Apabila ada padamu kesalehan untuk rindu melaksanakan kewajiban agamamu, engkau dikatakannya sebagai seorang munafik belaka, seorang malaikat di gereja dan seorang iblis di rumah. Apabila engkau melakukan perbuatan-perbuatan baik atau karya belas kasih, mereka akan menganggap ini tak lebih dari sekedar kesombongan dan agar engkau mendapatkan perhatian. Apabila engkau tidak hidup duniawi dan tidak tertarik pada perkara-perkara dunia, engkau dikatakannya sebagai seorang yang aneh dan eksentrik dan tak bersemangat. Apabila engkau mengurus urusan pribadimu sendiri dengan cermat, dikatakannya engkau tak lain adalah seorang yang kikir.

Biarlah aku berbicara lebih jauh, anak-anakku, dan mengatakan bahwa lidah si penyebar fitnah adalah bagaikan ulat yang menggerogoti buah yang baik - yaitu, perbuatan-perbuatan terbaik yang dilakukan orang - dan berusaha membalikkannya menjadi sesuatu yang buruk.

Lidah si penyebar fitnah adalah ulat yang mencemari bunga-bunga yang terindah dan di atasnya meninggalkan jejak kotorannya yang menjijikkan.

sumber : “The Tongue of the Scandal-Monger by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

Kemarahan Tidak Datang Sendirian

oleh: St. Yohanes Maria Vianney

Ah, Tuhan-ku terkasih, betapa menyedihkannya seorang yang adalah budak kemarahan! Lihatlah, seorang isteri malang yang mempunyai suami yang demikian. Apabila sang isteri adalah seorang yang takut akan Tuhan dan hendak menghindarkan suaminya dari menghina Tuhan dan memperlakukannya dengan buruk, ia tak dapat mengatakan sepatah kata pun, bahkan apabila ia sangat ingin melakukannya. Ia harus berpuas diri dengan menangis diam-diam demi menghindari pertengkaran di rumah dan resiko aib.

“Tetapi,” seorang suami yang pemarah akan berkata kepadaku, “mengapakah ia melawan aku? Semua orang tahu bahwa aku seorang yang cepat marah.”

“Engkau seorang yang cepat marah, sahabatku, tetapi apakah engkau pikir orang-orang lain tidak cepat marah sepertimu? Jadi, lebih baik katakanlah bahwa engkau tidak beragama, maka engkau akan menjelaskan siapa dirimu. Tidakkah semua orang yang takut akan Allah wajib mengetahui bagaimana mengendalikan hawa nafsu mereka dan bukannya membiarkan diri dikuasai oleh hawa nafsu?”

Sungguh malang! Jika aku katakan bahwa ada perempuan-perempuan yang malang sebab mereka memiliki suami yang suka marah dan cepat naik darah, maka ada suami-suami yang tak kurang malangnya sebab memiliki isteri yang tidak tahu bagaimana mengatakan suatu kata pun dengan lemah lembut, yang tak dapat dipahami atau dimengerti siapapun selain di antara mereka sendiri. Dan betapa tidak bahagianya rumah tangga di mana masing-masing tidak ada yang mau mengalah! Tiada lain kecuali percekcokan, pertengkaran dan saling menyalahkan. Ah, Tuhan terkasih, bukankah ini benar-benar suatu neraka? Sungguh menyedihkan, pendidikan apakah yang dapat diberikan kepada anak-anak dalam rumah-rumah yang demikian! Pendidikan dalam kebijaksanaan dan dalam perilaku baik apakah yang dapat mereka terima? St Basilus mengatakan bahwa kemarahan menjadikan manusia serupa iblis, sebab hanya iblis yang dapat bertindak melampaui batas seperti ini…. Dan aku akan menambahkan bahwa kemarahan tidak pernah datang sendirian. Ia senantiasa disertai oleh banyak dosa-dosa lain….

Kalian telah mendengar bagaimana seorang ayah yang dikuasai kemarahan mempergunakan kata-kata yang tidak pantas, melontarkan umpatan dan kutukan. Baiklah. Dengarkanlah anak-anaknya apabila mereka marah - kata-kata makian yang sama, umpatan yang sama, dan semuanya. Demikianlah kebiasaan-kebiasaan buruk orangtua - sama seperti kebajikan orangtua - menurun pada anak-anak mereka, tetapi dengan cara yang lebih fasih. Orang-orang kanibal hanya membunuh orang-orang asing untuk dimakan, tetapi, di antara umat Kristiani, terdapat para ayah dan para ibu yang, demi memuaskan nafsu amarah mereka, menghendaki kematian mereka yang diperanakkannya dan menyerahkan kepada setan mereka yang telah ditebus Yesus Kristus dengan Darah-Nya yang Mahasuci. Betapa sering orang mendengar para ayah dan para ibu yang tidak beragama, mengatakan, “Anak terkutuk ini…. Kamu membuatku muak…. Aku harap kamu enyah jauh dari sini…. Anak yang begini dan begini…. Bocah tengik ini…. Anak setan! ...” Dan sebagainya.

Ya, Tuhan terkasih, betapa kata-kata yang jahat dan keji itu meluncur dari bibir para ayah dan para ibu yang seharusnya tak menghendaki suatupun selain dari berkat dari surga bagi anak-anak kecil mereka yang lemah.

Apabila kita mendapati begitu banyak anak yang liar dan tidak disiplin, tak beragama, berperangai buruk dan kerdil jiwanya, kita tidak perlu - setidak-tidaknya dalam sebagian besar kasus - mencari penyebab dari segala kutuk dan tingkah laku buruk mereka, yang sesungguhnya berasal dari orangtua mereka.

Lalu, bagaimanakah anggapan kita akan dosa dari mereka yang mengutuki diri sendiri di saat-saat kecemasan dan kesulitan? Ini adalah kejahatan mengerikan yang bertentangan dengan kodrat dan rahmat, sebab baik kodrat maupun rahmat mengilhami kita untuk mengasihi diri kita sendiri. Mereka yang mengutuki dirinya sendiri adalah bagaikan orang-orang gila yang mati akibat tangan-tangan mereka sendiri. Bahkan lebih buruk dari itu. Seringkali mereka menyalahkan jiwa mereka sendiri dengan mengatakan, “Kiranya Allah mengutuki aku! Aku harap setan segera membawaku pergi! Aku lebih suka di neraka daripada seperti ini.”

Wahai, makhluk yang malang, kata St Agustinus, kiranya Tuhan tidak menanggapi serius kata-katamu, sebab jika demikian, engkau akan segera pergi untuk memuntahkan racun kemurkaanmu di neraka. Oh, Tuhan, andai seorang Kristiani benar-benar memikirkan apa yang dikatakannya…. Betapa sungguh celaka orang yang dikuasai kemarahan! Adakah orang akan pernah sanggup memahami mentalitasnya?

Lalu, bagaimana dengan dosa antara suami dan isteri, saudara dan saudari, yang saling melontarkan segala macam kutuk satu sama lain? Andai dapat, mereka akan saling mencungkil mata satu sama lain, atau bahkan merenggut nyawa satu sama lain.

“Isteri yang begini dan begini!” atau “Suami yang begini dan begini!” teriak mereka, “Aku harap aku tak pernah melihat atau mengenalmu…. Sungguh bodoh ayahku yang menasehatiku untuk menikah denganmu!....”

Betapa mengerikan perkataan ini, yang berasal dari orang-orang Kristiani yang seharusnya berjuang hanya untuk menjadi kudus! Malahan, mereka melakukan hanya apa yang akan menjadikan mereka setan dan dicampakkan dari surga! Betapa sering kita melihat sesama saudara dan saudari yang saling menghendaki kematian satu sama lain, yang saling menyumpahi satu sama lain, sebab yang satu lebih kaya dari yang lain atau karena yang satu berbuat salah terhadap yang lain? Kita melihat mereka memelihara kedengkian sepanjang hidup mereka dan bahkan merasa sangat berat memaafkan satu sama lain walau sedang di ambang ajal.

Pula adalah dosa berat mengutuki cuaca, binatang-binatang, ataupun pekerjaan.

Coba dengar apa kata orang ketika cuaca tidak seperti yang mereka kehendaki; mereka menyumpahinya dan berseru, “Cuaca yang begini dan begini, adakah engkau tidak akan pernah berubah!”

Mereka tidak mengerti apa yang mereka katakan. Seolah mereka hendak mengatakan, “Oh, Tuhan yang begini dan begini, yang tak mau memberikan cuaca seperti yang aku kehendaki!”

Yang lain menyumpahi binatang-binatang mereka, “Hewan yang begini dan begini, aku tak dapat membuatmu pergi seperti yang aku mau…. Kiranya iblis membawamu enyah dari sini!... Aku harap halilintar menyambarmu!... Kiranya api surga melalapmu habis!...”

Sungguh malang! Orang-orang yang muram, orang-orang yang pemarah, kutukanmu mendatangkan dampak lebih dari yang engkau pikirkan….

Jadi, jika demikian, apakah yang harus kita lakukan? Inilah yang harus kita lakukan. Kita harus mendayagunakan segala kemarahan yang muncul dalam diri kita untuk mengingatkan diri bahwa karena kita berontak melawan Allah, maka adillah apabila ciptaan-ciptaan yang lain juga berontak melawan kita. Janganlah pernah kita memberikan kesempan pada yang lain untuk mengumpat kita…. Jika suatu peristiwa yang menjengkelkan atau menyusahkan terjadi, daripada melontarkan berbagai kutukan atas apa yang terjadi yang tidak sesuai dengan keinginan kita, adalah lebih mudah dan jauh lebih bermanfaat bagi kita mengatakan, “Tuhan memberkati kita!”

Teladanilah Ayub yang kudus, yang memberkati nama Tuhan dalam segala kemalangan yang menimpanya, maka kalian akan menerima rahmat yang sama seperti yang ia terima…. Inilah yang aku kehendaki bagi kalian.

sumber : “Anger Does Not Travel Alone by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com

Kesembuhan butuh usaha

Luk. 5:12-16
Di sekitar tempat saya tinggal ketika kecil ada orang yang sakit kusta. Beban yang mereka harus pikul menjadi berat karena Ayah yang harusnya menjadi penopang ekonomi keluarga justru mengidap penyakit ini. Bukan hanya beban ekonomi, beban batin merasa ditolak lingkungan lebih memberatkan mereka, ayah dan satu anak mereka terkena sakit ini juga. Dengan daya juang yang tinggi mereka akhirnya bisa terlepas dari beban hidup yang mendera, 3 anak mereka sekarang justru menjadi dokter.
Merasa diri sakit, tersisihkan, terbuang, terolok-olok bila mampu diterima kemudian diolah dengan baik dan dengan iman memohon perubahan dariNya justru akan menjadi kekuatan maha dasyat untuk merubah suasana dari keterbelengguan menjadi kemerdekaan tak terkira.
Injil Lukas menulis: Ada disitu seorang yang penuh kusta (ay.12).  Berarti seluruh tubuhnya terkena penyakit ini, yang bila dibiarkan bagian2 tubuh tertentu akan terlepas (meleleh) sehingga menimbulkan kecacatan seumur hidup. Sakit ini sering oleh masyarakat dinilai akibat dari kutukan. Bisa dibayangkan betapa menderitanya orang tersebut, membawa diri penuh benjolan-benjolan seperti siap meledak, belum lagi bagian tubuh lain yang mungkin sedang meleleh dan berbau, berada dikerumunan orang (dalam Injil Matius dikatakan orang banyak berbondong-bondong mengikuti Yesus) yang merasa jijik akan penyakitnya dan berpikir bahwa ia terkena kutukan. Butuh nyali yang sangat tinggi dari Si Penderita untuk sampai ke depan Yesus dan melakukan dialog , “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”(ay. 12)
Usaha mati-matian Si Penderita tidak sia-sia, Maka Yesus mengulurkan tangan-Nya menjamah orang itu dan berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir!”(ay.13)  Ya! Seperti itulah Yesus Tuhan kita, Dia tak pernah bertele-tele bila ingin menolong. Hati welas asih yang menjadi ciri khasnya langsung bereaksi ketika melihat Si Penderita ini, apalagi  Ketika melihat Yesus, tersungkurlah si kusta dan memohon (ay.12).
Apakah kita mempunyai gaya seperti Si Penderita Kusta ketika ingin bertemu dengan Yesus? Nyali tinggi, lumayan nekad, tak malu-malu kalau perlu tersungkur skalian walau diliat orang banyak, asal bisa ketemu Yesus dan jadi sembuh total.
Jangan terbalik, kalo ngejar proyek, uang, selingkuhan sampe tersungkur-sungkur tapi ketika mendengar nama Yesus sudah neg duluan.
Yesus tak minta lebih, Ia hanya butuh hati yang terbuka menyatakan bahwa diri kita sakit dan rindu diobati. Itu saja. Semoga..

Kesaksian Paula

Kejadiannya beberapa bulan yg lalu tp  belum sempat cerita karena sibuk kerja. Sekarang  libur jadi punya kesempatan cerita.
Ada suami istri orang Surabaya yg tinggal di Jl. Gayungsari X.
Si istri namanya Paula, sedang hamil anak pertamanya 3-4 bulan. Semua dokter di Sby dan di Jkt menyuruh Paula menggugurkan kandungannya karena dari hasil USG dan scan yg pakai 4D, bayi dalam kandungannya abnormal, kepala besar, tidak berbentuk,  lihat foto2nya perkembangan dari bulan ke bulan, makin seperti monster.
 Paula didampingi mamanya yg sangat cantik dan masih muda seperti kakak adik, datang ke Singapore dan sama......dokter Singapore juga menganjurkan utk digugurkan. Jadi belasan dokter menyuruh utk diaborsi.
 Tp mamanya bilang .....TIDAK AKAN DIABORSI! Apapun yg akan terjadi, Paula akan melahirkan bayi itu, walaupun dokter bilang sangat beresiko buat mama dan bayi.
 Paula dan mamanya yg Katolik rajin ke Gereja dan berdoa di ruang adorasi. (Di Singapore setiap Gereja Katolik punya ruang adorasi, ada Sakramen Mahakudus di situ, yg terbuka utk orang berdoa sampai jam 12 malam). Mereka berdua tinggal di daerah Ponggol, rumah kakak Paula. Jadi Paula dan mamanya pergi ke Gereja dekat rumahnya di Ponggol (utara/barat) , jauuuhhh dari Gereja OLPS yg di daerah east (timur).
 Ada jalan Tuhan bagi orang yg percaya dan pasrah total pada kehendak Tuhan. Tuhan mendengarkan doa2 mereka.
 Ketika Paula dan mamanya berdoa di ruang adorasi, ada Florence dan istrinya juga sedang berdoa di situ. Florence (Org Singapore )mendengar bisikan Tuhan, dekati orang itu (Paula), bantu dia. Sambil memberanikan diri, Florence mendekati Paula, orang asing yg tidak dia kenal. Florence bilang bahwa Tuhan menyuruh dia membantu Paula, apa yg bisa dibantu. Eh, Florence makin bingung karena Paula dan mamanya nggak bisa ngomong Inggris dan nggak bisa ngomong Mandarin, cuma bisa nangis tok. Florence nggak bisa ngomong Indonesia , cuma bisa sedikit2 bahasa melayu. Istrinya Florence mama papanya dari Indonesia tp istrinya itu sudah lahir dan besar di Singapore jadi nggak bisa ngomong Indonesia ...
 Kebetulan Florence Gerejanya di Holy Family yg masih satu daerah dg Gereja OLPS (di daerah east/timur). Florence ingat bahwa di Gereja OLPS ada Komunitas Indonesia dan ada Romo yg bisa ngomong Indonesia (Romo Greg). Jadi Florence kasih alamat dan nomer telpon Gereja OLPS. Akhirnya bisa ketemu dg Romo Greg. Mereka sekeluarga datang ke Romo Greg, dan Romo Greg bilang jangan digugurkan! Mari kita berdoa buat dia. Anak dalam kandungannya sudah dikasih nama Rafael. (Mereka tidak tahu bahwa Romo Greg di OLPS terkenal dg julukan Romo Tabib, sebab banyak orang yg didoakan Romo Greg bisa disembuhkan Yesus)...
 Ya, mereka berdoa terus, juga ke Gereja Novena yg juga banyak mukjijat terjadi. Semua orang yg mereka temui, dimintai doa.
 Setelah itu dari minggu ke minggu hasil foto USG makin membaik dan mulai membentuk wajah, dokternya sampai bingung. Bayangkan, tadinya belasan dokter Sby, Jkt dan Singapore dg peralatan yg begitu canggih, menyuruh utk digugurkan.
 Memasuki usia kandungan 7 bulan, bayinya dinyatakan normal, ukuran kepala dan wajah semua normal. Puji Tuhan! Sesuatu yg tidak mungkin bagi ilmu kedokteran, tapi mungkin bagi Tuhan. Tuhan bisa mengubah drastis dalam waktu tidak lama.
 Mamanya Paula membuat kesaksian waktu Misa Indonesia di OLPS. Dan mereka menunjukkan semua foto USG dari bulan2 awal sampai kehamilan 7 bulan itu.
 Paula melahirkan Rafael dalam usia kandungan normal 9 bulan, dan melihat Rafael lahir normal semuanya, tak terasa air mata menitik, bayangkan seandainya Rafael digugurkan? Wong dia lahir normal tanpa cacat sedikit pun. Banyak yg menangis karena melihat kebesaran dan kuasa Tuhan..
 Ketika Rafael berumur 1 bulan, dia dibaptis di Gereja OLPS pada waktu Misa Indonesia . Kali ini suaminya Paula yg memberi kesaksian di Gereja.
 Satu lagi, pada waktu Rafael lahir, dokter menemukan ada cairan di paru2 dan menganjurkan utk dioperasi (sesuai dg ilmu kedokteran). Sekali lagi mamanya Paula menentang mati2an, tidak akan ada operasi buat Rafael. Mamanya marah sama dokternya, apa dokter belum percaya sama kuasa Tuhan. Dulu lebih parah, kepala dan wajah spt monster yg tdk berbentuk, itu Tuhan bisa merubah semuanya jadi baik. Sekarang kalau hanya ada cairan sedikit di paru2 Rafael, dia percaya bahwa Tuhan juga akan bisa membersihkan cairan itu. Dan Puji Tuhan cairan itupun lenyap sendiri.
 Ketika Rafael berumur 2 bulan dan dinyatakan sehat oleh dokter Singapore , maka mereka semua terbang kembali ke Surabaya ...
 Itulah kuasa dan kebesaran Tuhan. Percayalah! Cinta kasih Tuhan pada kita umat manusia amat sangat besar dan luar biasa, tp mengapa ya masih banyak org yg jahat dan tidak mau mendekat pada Tuhan?
 Padahal dekat sama Tuhan itu amat sangat enak lho, hati damai, semua masalah Tuhan sendiri yg menyelesaikan, tanpa kita capek2 mikiri, kalau dg kekuatan sendiri kan capek dan beban, tp kalau kita serahkan masalah sama Tuhan, maka beban kita jadi ringan, entah dari mana, tau2 masalahnya selesai dg sendirinya. Itu karena campur tangan Tuhan. Makin kita melayani Tuhan, makin Tuhan banyak mencurahkan rahmat buat kita dan keluarga.
 Coba kalau Paula dan mamanya mengandalkan kekuatan manusiawinya, manalah mungkin. Capek mereka check-up ke sana ke sini. Beruntung iman mamanya kuat, Tuhan tahu itu, maka Tuhan kasih jalan, mempertemukan mereka dg Florence yg membawa mereka ke Romo Greg dan OLPS. Itu jalan Tuhan. Itu bukan kebetulan, tp Tuhan sendiri yg bekerja, sampai akhirnya semua menjadi baik.
 Ya. moga2 sharing ini menambah dan menguatkan iman kita utk makin percaya dan mengandalkan hidup kita pada Tuhan Yesus. Yesus, Engkau juru selamat kami.
Amin.

Kesaksian Dominggus - Kasus STT Doulos

TUHAN YESUS TELAH BANGKITKAN SAYA DARI KEMATIAN

Kesaksian hidup dari Dominggus K, salah satu mahasiswa STT Doulos yang sempat mati diparang para penyerang, namun hidup kembali setelah bertemu Yesus.

“Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya.”
Yohanes 5:21

Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan, dalam kesempatan ini saya akan bersaksi tentang peristiwa kematian dan kehidupan yang saya alami pada tanggal 15 Desember 1999. peristiwa ini juga merupakan suatu tragedy bagi yayasan Doulos, Jakarta dimana STT Doulos ada di dalamnya dan saya adalah mahasiswa yang tinggal di asrama. Sebelum penyerangan dan pembakaran Yayasan Doulos tanggal 15 Desember itu, beberapa kali saya mendapat mimpi-mimpi sebagai berikut:

1. Minggu, 12 Desember 1999, saya bertemu dengan Tuhan Yesus dan malaikat, saya terkejut dan bangun lalu berdoa selesai saya tidur kembali.
2. Senin, 13 Desember 1999, saya bermimpi lagi, dengan mimpi yang sama.
3. Selasa, 14 Desember 1999, dalam mimpi saya bertemu dengan seorang pendeta pada suatu ibadah KKR, isi khotbah yang disampaikan mengenai akhir zaman, adanya penganiayaan dan
pembantaian.
4. Rabu, 15 Desember 1999, kurang lebih pukul 08.00 pagi, saya mendapatkan huruf “M” dengan darah di bawah kulit pada telapak tangan kanan saya. Dalam kebingungan dan sambil bertanyatanya dalam hati, apakah saya akan mati? Saya bertanya kepada teman-teman dan pendapat mereka adalah bahwa kita akan memasuki millennium yang baru. Walaupun pendapat mereka demikian saya tetap merasa tidak tenang serta gelisah karena dalam pikiran saya huruf “M” adalah mati, bahwa saya akan mengalami kematian. Saya hanya bisa berdoa dan membuka Alkitab. Sekitar pukul 15.00 saya membaca firman Tuhan dari Kitab Yeremia 33:3 “Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab Engkau.” Dan pada pukul 18.00, tanda huruf “M” di telapak tangan saya sudah hilang.


Kampus dan Asrama Mahasiswa Doulos Diserang
Pada malam hari tanggal 15 Desember 1999, kegiatan berlangsung biasa di dalam asrama kampus STT Doulos. Sebagian mahasiswa ada sedang belajar, yang lain memasak di dapur dan ada pula yang sedang berdoa. Saya sendiri sedang berbaring di kamar. Kurang lebih jam 21.00 malam itu, saya dibangunkan oleh seorang teman sambil berteriak: “Domi, bangun, kita diserang…!” Saya langsung bangun dalam keadaan panic, saya langsung berlari ke halaman kampus dan melihat sebagian kampus kami yang telah terbakar. Saat itu saya berkata kepada Tuhan: “Tuhan, saya mau lari kemana? Tuhan, kalau saya lari lewat pintu gerbang depan pasti saya dibacok.”

Sementara pikiran saya bertambah kalut ketika teringat akan tanda huruf “M” yang diberikan pada tangan saya. “Tuhan, apakah saya akan mati?” Saya menoleh ke belakang, ada beberapa teman sekamar yang lari menyelamatkan diri masing-masing. Di belakang kampus kami dikelilingi pagar kawat duri setinggi 2 meter, saya tidak bisa melompat keluar dengan cara mengangkat kawat itu. Dengan tangan sedikit terluka akhirnya saya pun dapat keluar.

Kami sudah berada di luar pagar dengan keadaan takut dan gemetar karena di sana terdapat massa atau orang banyak yang tidak dikenal, mereka membawa golok, pentungan, batu dan botol berisi bensin atau Molotov. Kemudian kami berpisah dengan teman-teman, saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka.

Saya lari menuju kos kakak tingkat semester 10, yang letaknya tidak jauh dari kampus. Sementara saya berlari, saya tetap berdoa kepada Tuhan: “Tuhan berkati saya, ampuni dosa dan kesalahan saya.” Setiba di rumah kos itu, saya mengetuk pintu sebanyak 2 kali tetapi tidak ada yang membukakan pintu.

Ternyata di belakang saya ada 4 teman mahasiswi yang juga lari mengikuti dari belakang. Mereka memanggil saya: “Domi, ikut ke rumah kami,” tetapi saya berkata kepada mereka, “biar saya bersembunyi di sini.” Masih berada di depan rumah kos tersebut, saya berdoa lagi “Oh.. Tuhan, apakah malam ini saya akan mati? Ampuni dosa dan kesalahan saya.”

Ditangkap oleh Massa
Saya mengetuk pintu lagi, tetapi tidak ada orang yang menjawab, saya berdoa kembali: “Tuhan.. ini hari terakhir untuk saya hidup.” Terdengar suara massa yang semakin mendekat kepada saya. Mereka berkata: “Itu mahasiswa Doulos, tangkap dia!” Ada juga yang berteriak: “Bantai dia, tembak!” Seketika itu saya ditangkap dan saya hanya bisa berserah
kepada Tuhan sambil berkata: “Tuhan saya sudah di tangan mereka, saya tidak bisa lari lagi.”

Kemudian tangan saya diikat ke belakang dan mata saya ditutup dengan kain putih. Saya tetap berdoa dalam keadaan takut dan gemetar: “Tuhan ampuni dosa saya, pada saat ini Engkau pasti di samping saya.” Tiba-tiba ada suara terdengar oleh saya entah dari mana, yang berkata: “Jangan takut, Aku menyertai engkau, Akulah Tuhan Allahmu.” Setelah mendengar suara itu, rasa ketakutan dan kegentaran hilang, karena saya sudah pasrahkan kepada Tuhan.

Penganiayaan dan Kematian
Mereka membawa saya ke tempat yang gelap, saya dipukuli dan ditendang. Saya dihadapakan dengan massa yang jumlah orangnya lebih banyak, saat itu mereka ragu, apakah saya mahasiswa Doulos atau warga sekitarnya. Sebagian massa ada yang terus mendesak untuk memotong dan membunuh saya.

Saya berdoa lagi: “Tuhan, fisik saya kecil, kalau saya mati, saya yakin masuk sorga. Saat ini saya serahkan nyawa saya ke dalam tangan kasih-Mu, ampunilah mereka.” Saat itu kepala saya dipukul dari belakang dan terjatuh di atas batu, saya tidak sadar akan apa yang terjadi lagi.

Roh Saya Keluar Dari Tubuh
Kemudian ... roh saya terangkat keluar dari tubuh saya, roh saya berbentuk seperti orang yang sedang start lari atau sedang jongkok, lalu lurus seperti orang yang berenang kemudian berdiri. Roh saya melihat badan saya dan berkata: “Kok badan saya tinggal” (sebanyak dua kali). Roh saya berdiri tidak menyentuh tanah dan tidak tahu mau berjalan kemana, karena di sekeliling saya gelap gulita, kurang lebih lima detik, roh saya berkata: “Mau ke mana?”

Lima Malaikat Datang Menjemput Saya
Saat itu ada lima malaikat datang kepada saya, dua berada di sebelah kiri, dua di sebelah kanan dan satu malaikat berada di depan saya. Tempat yang tadinya gelap gulita telah berubah menjadi terang dan saya sudah tidak dapat melihat badan saya lagi. Roh saya dibawa oleh malaikat-malaikat tersebut menuju jalan yang lurus, dan pada ujung jalan itu sempit seperti lubang jarum. Roh saya berkata: “Badan saya tidak dapat masuk.” Tetapi malaikat yang di depan saya bisa masuk, lalu roh saya berkata lagi: “Badan rohani saya kecil pasti bia masuk.” Kemudian roh saya masuk melalui lubang jarum tersebut.

“Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat
ke pangkuan Abraham.” Lukas 16:22

Berada di Dalam Firdaus
Saat itu saya sudah berada di dalam sebuah halaman yang luas. Halaman itu sangat luas, indah dan tidak ada apa-apa. Roh saya berkata: “Kalau ada halaman pasti ada rumahnya.” Tiba-tiba saat itu ada rumah, saya dibawa masuk ke dalam rumah tersebut dan bertemu dengan banyak orang di kamar pertama. Roh saya berkata: “Ini orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, mereka ditempatkan di sini.” Mereka sedang bernyanyi, bertepuk tangan, ada yang berdiri, ada yang duduk dan ada yang meniup sangkakala.

“Di rumah Bapaku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” Yohanes 14:2

Dibawa ke Ruangan Selanjutnya
Saya dibawa oleh malaikat-malaikat ke kamar selanjutnya atau kedua, sama dengan kamar yang pertama, hanya disini roh saya melihat orang-orang dengan wajah yang sama dan postur tubuh yang sama. Kemudian saya dibawa lagi ke kamar yang ketiga, yang sama dengan kamar yang pertama. Dan roh saya berkata: “Ini orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, ditempatkan di sini.” Lalu roh saya dibawa ke kamar yang keempat yaitu kamar yang terakhir, pada saat ini saya hanya sendiri, tidak disertai oleh malaikat-malaikat tadi. Kamar itu kosong, lalu roh saya berkata: “Ini penghakiman terakhir, saya masuk sorga atau neraka.”

“Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Eloim sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Eloim? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik
dan orang berdosa?” 1 Petrus 4:17-18

Bertemu dengan Tuhan Yesus
Kemudian roh saya berjalan tiga sampai empat langkah, di depan saya ada sinar atau cahaya yang sangat terang seperti matahari, maka roh saya tidak dapat menatap. Saya menutup mata dan terdengar suara: “Berlutut!” Seketika itu roh saya berlutut, terlihat sebuah kitab terbuka dan dari dalamnya keluar tulisan yang masuk ke mata saya yang masih tertutup, tulisan timbul dan hilang terus menerus, roh saya berkata: “Tuhan...! ini perbuatan saya minggu lalu, bulan lau, tahun lalu. Saya melakukan yang jahat dan saya tidak pernah mengaku dosa pribadi, sehingga Engkau mencatatnya di sini.”

“Tuhan...! Saya ingin seperti saudara-saudara di kamar pertama, yang selalu memuji dan memuliakan Engkau. Tuhan...! Saya tahu Engkau mati di atas kayu salib untuk menebus dosa saya, saya rindu seperti saudara-saudara yang berada di kamar pertama, kedua dan ketiga yang selalu memuji-muji Engkau.”

Sesudah itu tulisan yang keluar dari kitab itu hilang, buku menjadi bersih tanpa tulisan, kemudian buku itu hilang dan sinar yang terang itupun hilang dan ada suara berkata: “Pulang! Belum saatnya untuk melayani Aku.”

Saya melihat-lihat dari mana arah suara itu datang, saya melihat ada seorang di samping kanan. Orang tersebut badan-Nya seperti manusia, rambut hingga ke lehernya bersinar terang. Jubah-Nya putih hingga menutupi kedua tangan-Nya dan bawah jubah-Nya menutupi kaki-Nya. Ia menunggangi seekor kuda putih dengan tali les yang putih. Lalu roh saya berkata: “Ini Tuhan Yesus, Dia seperti saya, Dia Elohim yang hidup.”

“Lalu aku melihat sorga terbuka; sesungguhnya, ada seekor kuda putih dan Ia yang menungganginya bernama: “Yang Setia dan Yang Benar” Ia menghakimi dan berperang dengan adil.” Wahyu 19:11

Kemudian Tuhan Yesus tidak nampak lagi dan seketika itu roh saya dibawa pulang ke dalam tubuh saya. Saat itu juga ada nafas, ada pikiran dan saya berpikir, tadi saya bersama dengan Tuhan Yesus. Setelah itu saya mencoba beberapa kali untuk bangun dan mengangkat kepala, tetapi tidak bisa, terasa sakit sekali, saya baru sadar bahwa leher saya telah dipotong dan hampir putus, kemudian saya dibuang ke semak-semak dengan ditutupi daun pisang. Saya merasa haus, lalu menggerakkan tangan mengambil darah tiga tetes dan menjilatnya, lalu badan saya mulai bergerak.

Saya berdoa: “Tuhan, lewat peristiwa ini saya telah bertemu dengan Engkau, dan Engkau memberikan nafas dan kekuatan yang baru sehingga aku hidup kembali, tapi Tuhan, Engkau gerakkan orang supaya ada yang membawa saya ke rumah sakit.”

Tuhan menjawab doa saya, malam itu ada orang yang mendekati saya dengan memakai lampu senter, lalu bertanya: “Kamu dari mana?” Saya tidak bisa menjawab, karena saya tidak dapat berbicara lewat mulut, tidak ada suara yang keluar, hanya hembusan nafas yang melalui luka-luka menganga pada leher. Kemudian orang tersebut memanggil polisi.

Puji Tuhan! Dikira sudah meninggal tetapi masih hidup. Mereka mengira saya sudah meninggal, mereka mengangkat dan membawa saya ke jalan raya. Kemudian polisi mencari identitas atau KTP saya, ternyata tidak ditemukan. Tanpa identitas, mereka bermaksud membawa saya ke sebuah rumah sakit lain, tetapi saya ingat kembali akan suara Tuhan dan takhta-Nya di sorga, ternyata ada kekuatan baru dari Tuhan Yesus yang memampukan saya dapat berbicara. Tiba-tiba saya berkata: “Nama saya Dominggus, umur saya 20 tahun, semester III, tinggal di asrama Doulos, saya berasal dari Timor.”

Orang-orang yang sedang melihat dan mendengar saya, berkata: “Wah, dia dipotong dari jam berapa? Sekarang sudah jam 02.30 pagi, tapi dia masih hidup.”

Perjalanan ke Rumah Sakit UKI
Kemudian mereka memasukkan saya ke dalam mobil dan meletakkan saya di bawah. Saya tetap mengingat peristiwa ketika Tuhan Yesus dianiaya. Sementara mobil meluncur dengan kecepatan tinggi, saat melewati jalan berlubang atau tidak rata mobilpun berguncang dan saya merasa sangat sakit sekali pada luka di leher. Saya katakan kepada Tuhan: “Tuhan, apakah saya dapat bertahan di dalam mobil ini? Tuhan ketika Engkau di atas kayu salib, Engkau meminum cuka dan empedu, tetapi saya menjilat darah saya sendiri karena tidak ada orang yang menjagai saya.”

Saya membuka mata, ternyata memang tidak ada seorangpun yang menjagai saya, hanya seorang supir. Tetapi saya melihat beberapa malaikat berjubah putih menjaga dan mengelilingi saya. Saya katakan: “Tuhan ini malaikat-malaikat pelindung saya, mereka setia menjagai.”
Saya harus berdoa agar tetap kuat.

Perawatan di Rumah Sakit
Setiba di rumah sakit, suara saya dapat normal kembali. Saya dapat berbicara dan bertanya kepada perawat: “Bapak saya mana?” Perawat RS bertanya kepada saya: “Bapakmu siapa?” Saya jawab: “Bapak Ruyandi Hutasoit.” Ketika Bpk. Ruyandi menemui saya, ia berkata: “Dominggus.. leher kamu putus!” Jawab saya: “Bapak doakan saya, sebab saya tidak
akan mati, saya telah bertemu dengan Tuhan Yesus.” Lalu Bpk. Ruyandi mendoakan dan menumpangkan tangan atas saya.

Setelah itu saya mendapat perawatan, seorang dokter ahli saraf hanya menjahit kulit leher saya, karena luka bacokan sudah menembus sampai ke tulang belakang leher, sehingga cairan otak mengalir keluar, saluran nafas dan banyak saraf yang putus. Kemudian saya dirawat tiga hari di ruangan ICU dan selama perawatan saya tidak diberikan transfusi darah.

Pendapat dokter pada saat itu adalah bahwa saya akan mati dan saya tidak diharapkan hidup, mengingat cairan otak yang telah keluar dan infeksi yang terjadi pada otak, yang semua itu akan menimbulkan cacat seumur hidup.

Mukjizat Kesembuhan Terjadi
Tanggal 19 Desember 1999 dengan panas badan 40°C dan seluruh wajah yang bengkak karena infeksi, saya dipindahkan keluar dari ruang ICU, dikarenakan ada pasien lain yang sangat memerlukan dan masih mempunyai harapan hidup yang lebih besar daripada saya.

Pada malam hari, roh saya kembali keluar untuk kedua kali dari tubuh saya, roh saya melihat suasana kamar dimana saya dirawat dan kemudian roh saya berjalan sejauh kurang lebih dua atau tiga kilometer dalam suasana terang di sekeliling saya. Tiba-tiba ada suara terdengar oleh saya: “Pulang..pulang...!”

Seketika itu juga, roh saya kembali ke dalam tubuh saya, suhu tubuh menjadi normal dan tidak ada lagi infeksi. Kemudian terdengar bunyi seperti orang menekukkan jari-jari pada leher saya, lalu otot, tulang, saluran nafas dan saraf-saraf tersambung dalam sekejab mata, saya merasa tidak sakit dan dapat menggerakkan leher. Sesudah itu saya diberi minum dan makan bubur. Saya sudah hidup kembali, dengan kesehatan yang sangat baik.

Puji Tuhan!

Tidak Ada Yang Sia-Sia.

Optimisme adalah memandang hidup ini sebagai persembahan terbaik. Tidak ada sesuatu yang terjadi begitu saja dan mengalir sia-sia. Pasti ada tujuan. Pasti ada maksud. Mungkin saja anda mengalami pengalaman buruk yang tak mengenakkan, maka keburukan itu hanya karena anda melihat dari salah satu sisi mata uang saja. Bila anda berani menengok ke sisi yang lain, anda akan menemukan pemandangan yang jauh berbeda.
Anda tidak harus menjadi orang tersenyum terus atau menampakkan wajah yang ceria. Optimisme terletak di dalam hati, bukan hanya terpampang di muka. Jadilah optimis, karena hidup ini terlalu rumit untuk dipandang dengan mengerutkan alis.
Setiap tetes air yang keluar dari mata air tahu mereka mengalir menuju ke laut. Meski harus melalui anak sungai, selokan, kali keruh, danau dan muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan. Bahkan, ketika menunggu di samudra, setiap tetes air tahu, suatu saat panas dan angin akan membawa mereka ke pucuk-pucuk gunung. Menjadi awan dan menurunkan hujan. Sebagian menyuburkan rerumputan, sebagian tertampung dalam sumur-sumur. Sebagian kembali ke laut.

Tiket Kereta

Semenjak kecil, saya takut untuk memperingati hari ibu karena tak berapa lama setelah saya lahir, saya dibuang oleh ibu saya.
Setiap kali peringatan hari ibu, saya selalu merasa tidak leluasa karena selama peringatan hari ibu semua acara televisi menayangkan lagu tentang kasih ibu, begitu juga dengan radio dan bahkan iklan biskuit pun juga menggunakan lagu tentang hari ibu.
Saya tidak bisa meresapi lagu-lagu seperti itu. Setelah sebulan lebih saya dilahirkan, saya ditemukan oleh seseorang di stasiun kereta api Xin Zhu. Para polisi yang berada di sekitar stasiun itu kebinggungan untuk menyusui saya. Tapi pada akhirnya, mereka bisa menemukan seorang ibu yang bisa menyusui saya. Kalau bukan karena dia, saya pasti sudah menanggis dan sakit. Setelah saya selesai disusui dan tertidur dengan tenang, para polisi pelan-pelan membawa saya ke De Lan Center di kecamatan Bao Shan kabupaten Xin Zhu. Hal ini membuat para biarawati yang sepanjang hari tertawa ria akhirnya pusing tujuh keliling.
Saya tidak pernah melihat ibu saya. Semasa kecil saya hanya tahu kalau saya dibesarkan oleh para biarawati. Pada malam hari, di saat anak-anak yang lain sedang belajar, saya yang tidak ada kerjaan hanya bisa menggangu para biarawati. Pada saat mereka masuk ke altar untuk mengikuti kelas malam, saya juga akan ikut masuk ke dalam.
Terkadang saya bermain di bawah meja altar, mengganggu biarawati yang sedang berdoa dengan membuat wajah-wajah yang aneh. Dan lebih sering lagi ketiduran sambil bersandar di samping biarawati. Biarawati yang baik hati itu tidak menunggu kelas berakhir terlebih dahulu, tetapi dia langsung menggendong saya naik untuk tidur. Saya curiga apakah mereka menyukai saya karena mereka bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk keluar dari altar.
Walaupun kami adalah anak-anak yang terbuang, tetapi sebagian besar dari kami masih memiliki keluarga. Pada saat tahun baru ataupun hari raya, banyak sanak saudara yang datang menjemput. Sedangkan saya, dimana rumah saya pun saya tidak tahu.
Juga karena inilah para biarawati sangat memperhatikan anak-anak yang tidak memiliki sanak saudara sehingga mereka tidak memperbolehkan anak-anak lain menggangu kami. Sejak kecil prestasi saya cukup bagus dan para biarawati mencarikan banyak pekerja sosial untuk menjadi guru saya. Kalau dihitung-hitung sudah cukup banyak yang menjadi pengajar saya. Mereka adalah lulusan dan dosen dari universitas Jiao dan universitas Qing, lembaga penelitian, dan insinyur. Guru yang mengajarkan saya IPA pada tahun sebelumnya adalah seorang mahasiswa dan sekarang dia telah menjadi asisten dosen. Guru yang mengajari saya Bahasa Inggris adalah seorang yang jenius. Tidak heran sejak kecil kemampuan saya dalam berbahasa Inggris sudah bagus.
Para biarawati juga memaksa saya untuk belajar piano. Semenjak kelas 4 SD, saya telah menjadi pianis di gereja dan pada saat misa saya yang bertanggung jawab untuk bermain piano. Karena didikan yang saya dapatkan di gereja, kemampuan berbicara saya pun juga bagus. Di sekolah saya sering mengikuti lomba berpidato, pernah juga menjadi perwakilan alumni untuk mengikuti debat.
Tetapi saya sama sekali tidak pernah mendapatkan peran yang penting dalam acara peringatan hari ibu..
Walaupun saya suka memainkan piano tetapi saya mempunyai satu prinsip. Saya tidak akan memainkan lagu-lagu yang berhubungan dengan hari ibu, kecuali jika ada orang yang memaksa saya. Tetapi tetap saja saya tidak akan memainkan lagu-lagu tersebut atas dasar keinginan saya sendiri.
Terkadang saya pernah berpikir, siapakah ibu saya? Saat membaca novel, saya menebak bahwa saya adalah anak haram, ayah meninggalkan ibu dan ibu yang masih muda akhirnya membuang saya.
Mungkin karena kepintaran saya yang cukup bagus, ditambah lagi dengan adanya bantuan dari pengajar yang sepenuh hati membantu, saya dengan lancar bisa lolos ujian masuk jurusan arsitektur di Universitas Xin Zhu. Saya menyelesaikan kuliah sambil bekerja sambilan. Biarawati Sun yang membesarkan saya terkadang datang mengunjungi saya. Jika teman-teman kuliah saya yang bandel-bandel itu melihat biarawati Sun, mereka akan langsung berubah menjadi kalem. Banyak teman-teman saya yang setelah mengetahui latar belakang saya, datang menghibur saya. Mereka juga mengakui, bahwa saya mempunyai pembawaan yang baik, dikarenakan saya dibesarkan oleh para biarawati
Saat wisuda, orang tua dari mahasiswa lain semua berdatangan, sedangkan keluarga saya satu-satunya yang hadir hanya biarawati Sun.
Kepala jurusan saya bahkan meminta biarawati Sun untuk foto bersama.
Di masa wajib militer, saya kembali ke De Lan Center. Tiba-tiba saja di hari itu biarawati Sun ingin membicarakan hal yang serius dengan saya. Dia mengambil sebuah amplop surat dari raknya dan dia mempersilahkan saya untuk melihat isi-isi dari amplop surat itu.
Di dalam amplop surat itu, terdapat dua lembar tiket kereta.
Biarawati Sun berkata pada saya bahwa pada saat polisi mengantar saya ke tempat ini, dalam baju saya terselip dua lembar tiket perjalanan dari tempat tinggal asal ibu saya menuju stasiun Xin Zhu.
Tiket pertama adalah tiket bus dari salah satu tempat di bagian selatan menuju ke Ping Dong. Dan tiket yang satunya lagi adalah tiket kereta api dari Ping Dong ke Xin Zhu. Ini adalah tiket kereta api yang lambat. Dari situ saya baru tahu bahwa ibu kandung saya bukanlah orang yang berada.
Biarawati Sun mengatakan pada saya bahwa mereka biasanya tidak suka mencari latar belakang dari bayi-bayi yang telah ditinggalkan. Oleh karena itu, mereka menyimpan dua tiket kereta ini dan memutuskan untuk memberikannya pada saat saya sudah dewasa.
Mereka telah lama mengamati saya dan pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa saya adalah orang yang rasional. Jadi seharusnya saya mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah ini. Mereka pernah pergi ke kota kecil ini dan menemukan bahwa jumlah penduduk kota kecil itu tidak banyak. Jadi jika saya benar-benar ingin mencari keluarga saya, seharusnya saya tidak akan menemui kesulitan.
Saya selalu terpikir untuk bertemu dengan orang tua saya. Tetapi setelah memegang dua tiket ini, mulai timbul keraguan dalam hati saya. Saya sekarang hidup dengan baik, mempunyai ijazah lulusan S1, dan bahkan memiliki seorang teman wanita akan menjadi teman hidup saya. Mengapa saya harus melihat ke masa lalu? Mencari masa lalu yang benar-benar asing bagi saya. Lagi pula besar kemungkinan kenyataan yang didapatkan adalah hal yang tidak menyenangkan.
Biarawati Sun justru mendukung saya untuk pergi ke kota asal ibu saya. Dia menggangap kalau saya akan memiliki masa depan yang cerah.
Jika teka-teki tentang asal-usul kelahiran saya tidak dijadikan alasan sebagai bayangan gelap dalam diri saya, dia terus membujuk diri saya untuk memikirkan kemungkinan terburuk yang akan saya hadapi, yang seharusnya tidak akan menggoyahkan kepercayaan diri saya terhadap masa depan saya.
Saya akhirnya berangkat ke kota yang berada di daerah pegunungan, yang bahkan tidak pernah saya dengar namanya. Dari kota Ping Dong saya harus naik kereta api selama satu jam lebih untuk tiba di sana .
Saat musim dingin, walaupun berada di daerah selatan, di kota ini hanya terdapat satu kantor polisi, satu pos kota, satu Sekolah Dasar, dan satu Sekolah Menengah Pertama, selain itu tidak ada lagi gedung yang lainnya.
Saya bolak-balik ke kantor polisi dan pos kota untuk mencari data kelahiran saya. Akhirnya saya menemukan dua dokumen yang berhubungan dengan diri saya. Dokumen pertama adalah data mengenai kelahiran seorang anak laki-laki. Dokumen kedua adalah data laporan kehilangan anak. Hilangnya anak itu adalah di saat hari kedua saya dibuang satu bulan lebih setelah saya dilahirkan. Menurut keterangan dari biarawati, saya ditemukan di stasiun Xin Zhu. Sepertinya saya sudah menemukan data-data kelahiran saya.
Sekarang masalahnya adalah ayah saya telah meninggal dunia dan ibu saya juga telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu. Saya mempunyai seorang kakak laki-laki. Kakak saya telah meninggalkan kota dan tidak tahu ke mana perginya.
Karena ini adalah kota kecil, maka semua orang saling mengenal.
Seorang polisi tua di kantor polisi memberitahu saya, bahwa ibu saya selalu bekerja di SMP. Dia lalu membawa saya menemui kepala SMP itu.
Kepala sekolah itu adalah seorang wanita dan beliau menyambut saya dengan ramah. Dia membenarkan bahwa ibu saya pernah bekerja di sini.
Dan beliau sangat baik hati, sedangkan ayah saya adalah orang yang sangat malas. Saat pria yang lain pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, hanya ayah yang tidak mau pergi. Di kota kecil, ayah hanya bekerja sebagai pekerja musiman. Padahal di dalam kota sama sekali tidak ada pekerjaan yang bisa dia kerjakan.
Oleh karena itu, seumur hidup dia hanya mengandalkan ibu saya yang bekerja sebagai pekerja kasar. Karena tidak memiliki pekerjaan, suasana hatinya menjadi sangat tidak baik. Jadi seringkali dia mabuk- mabukan. Dan setelah mabuk, terkadang ayah memukul ibu atau kakak saya. Walaupun setelah itu ayah merasa menyesal, kebiasaan buruk ini sangat susah untuk diubah. Ibu dan saudara saya terusik seumur hidup olehnya. Pada saat kakak duduk di kelas dua SMP, dia kabur dari rumah dan semenjak saat itu ayah tidak pernah kembali lagi.
Sepengetahuan ibu kepala sekolah, ibu itu memiliki anak kedua. Namun setelah berumur satu bulan lebih, secara misterius anak itu menghilang begitu saja. Saat ibu kepala sekolah tahu bahwa saya dibesarkan di sebuah panti asuhan di daerah utara, beliau mulai menanyakan banyak hal kepada saya dan saya menjelaskannya satu per satu.
Beliau mulai tergerak hatinya dan kemudian mengeluarkan selembar amplop surat . Amplop ini ditinggalkan ibu saya sebelum ibu meninggal dan ditemukan di samping bantalnya. Kepala sekolah berpikir bahwa di dalamnya pasti terdapat barang-barang yang bermakna. Oleh karena itu, dia menyimpannya dan menunggu sampai ada keluarganya yang datang mengambil.
Dengan tangan yang gemetar, saya membuka amplop itu. Dalam amplop itu berisi tiket kereta api. Semua itu adalah tiket-tiket perjalanan dari kota kecil di bagian selatan ini menuju kecamatan Bao Shan kabupaten Xin Zhu, dan semuanya disimpan dengan baik. Kepala sekolah memberitahu saya bahwa setiap setengah tahun sekali, ibu saya pergi ke daerah di bagian utara untuk menemui salah satu saudaranya.
Namun, tidak ada satu orangpun yang mengenal siapa saudara itu.
Mereka hanya merasa bahwa setiap ibu saya kembali dari sana , suasana hatinya menjadi sangat baik.
Ibu saya menganut agama Budha di hari tuanya. Hal yang paling membanggakan baginya adalah ia berhasil membujuk beberapa orang kaya beragama Budha untuk mengumpulkan dana sebesar NT 1.000.000 yang disumbangkan ke panti asuhan yang dikelola oleh agama Katolik. Pada hari penyerahan dana, ibu saya juga ikut hadir.
Saya merasa merinding seketika. Pada suatu kali, ada satu bus pariwisata yang membawa para penganut agama Budha yang berasal dari daerah selatan. Mereka membawa selembar cek bernilai NT 1.000.000 untuk disumbangkan ke De Lan Center.
Para biarawati sangat berterimakasih dan mereka mengumpulkan semua anak-anak untuk berfoto bersama para penyumbang. Pada saat itu, saya yang sedang bermain basket. Saya juga ikut dipanggil dan dengan tidak rela, saya pun ikut berfoto bersama mereka. Sekarang saya menemukan foto itu di dalam amplop ini. Saya meminta orang untuk menunjukkan yang mana ibu saya. Saya tersentak seketika. Yang lebih membuat saya terharu adalah di dalamnya terdapat foto kenangan- kenangan wisuda saya yang telah difotokopi. Foto itu adalah foto saya bersama teman-teman saya yang sedang mengenakan topi toga. Saya juga termasuk di dalam foto itu. Ibu saya, walaupun telah membuang saya, tetap datang mengunjungi saya. Mungkin saja ! dia juga menghadiri acara wisuda saya.
Dengan suara tenang, kepala sekolah berkata, “Kamu seharusnya berterima kasih pada ibumu.
Dia membuangmu demi mencarikanmu lingkungan hidup yang lebih baik. Jika kamu tetap tinggal di sini, bisa-bisa kamu hanya lulus SMP, lalu pergi ke kota mencari kerja. Di sini hampir tidak ada orang yang mengecap pendidikan SMU. Lebih gawatnya lagi, jika kamu tidak tahan terhadap pukulan dan amarah ayahmu setiap hari, bisa-bisa kamu seperti kakakmu yang kabur dari rumah dan tidak pernah kembali lagi.” Kepala sekolah kemudian memanggil guru yang lain untuk menceritakan hal-hal tentang saya.
Semuanya mengucapkan selamat karena saya bisa lulus dari Universitas Guo Li. Ada seorang guru yang berkata, bahwa di sini belum ada murid yang berhasil masuk ke Universitas Guo Li.
Saya tiba-tiba tergerak untuk melakukan sesuatu. Saya bertanya kepada kepala sekolah apakah di dalam sekolah ada piano. Beliau berkata bahwa pianonya bukan piano yang cukup bagus, tetapi terdapat organ yang masih baru. Saya membuka tutup piano dan menghadap matahari di luar jendela dan saya memainkan satu per satu lagu tentang ibu. Saya ingin orang-orang tahu, walaupun saya dibesarkan di panti asuhan tetapi saya bukanlah yatim piatu karena saya memiliki para biarawati yang baik hati dan senantiasa mendidik saya.
Mereka bagaikan ibu yang membesarkan saya, mengapa saya tidak bisa menganggap mereka selayaknya ibu saya sendiri? Dan juga ibu saya selalu memperhatikan saya. Ketegasan dan pengorbanannya lah yang membuat saya memiliki lingkungan hidup yang baik dan masa depan yang gemilang.
Prinsip yang saya tetapkan telah dilenyapkan. Saya bukan saja bisa memainkan lagu peringatan hari ibu, tetapi saya juga bisa menyanyikannya. Kepala sekolah dan para guru juga ikut bernyanyi.
Suara piano juga tersebar ke seluruh sekolah dan suara piano saya pasti berkumandang sampai ke lembah. Di senja hari ini, penduduk- penduduk di kota kecil akan bertanya, “Kenapa ada orang yang memainkan lagu tentang ibu?” Bagi saya hari ini adalah hari ibu.
Sebuah amplop yang dipenuhi tiket kereta api membuat saya untuk selamanya tidak takut untuk memperingati hari ibu.
Ini adalah sebuah kisah nyata dari rektor Universitas Ji Nan yang bernama Li Jia Tong.
“Berterima kasihlah kepada mereka yang telah membesarkan dan membimbing kita, hingga kita dewasa dan mencapai sebuah kesuksesan. Sekalipun mereka bukanlah ibu atau ayah kandung yang telah membesarkan kita. Tetapi ingatlah selalu budi yang telah diberikan kepada kita, hingga kita bisa seperti sekarang ini”.

Kekurangan

Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan.
Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.
Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, “Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan” katanya sambil menyodorkan majalah tersebut.
“Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita.Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia…..”
Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama. Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing.
Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. “Aku akan mulai duluan ya”, kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman… Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir…..
“Maaf, apakah aku harus berhenti ?” tanyanya.
“Oh tidak, lanjutkan…” jawab suaminya.
Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia “Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu”.
Dengan suara perlahan suaminya berkata “Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang…. ”
Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya… Ia menunduk dan menangis…..
Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan.
Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita ? Kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Selasa, 04 Mei 2010

Kehilangan sama dengan Mendapatkan " dalam banyak cara"

Suatu hari seorang bapak tua hendak menumpang bus. Pada saat ia
menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas
dan jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup dan bus mulai bergerak,
sehingga ia tidak bisa memungut sepatu yang terlepas tadi.
Lalu si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang
sebelah dan melemparkannya keluar jendela.

Seorang pemuda yang duduk dalam bus melihat kejadian itu, dan
bertanya kepada si bapak tua, 'Aku memperhatikan apa yang Anda
lakukan Pak. Mengapa Anda melemparkan sepatu Anda yang sebelah
juga ?'
Si bapak tua menjawab, 'Supaya siapapun yang menemukan sepatuku
bisa memanfaatkannya. '

Si bapak tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam
hidup - jangan mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin
memilikinya atau karena kamu tidak ingin orang lain memilikinya.

Kita kehilangan banyak hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan
tersebut pada awalnya tampak seperti tidak adil dan merisaukan,
tapi itu terjadi supaya ada perubahan positif yang terjadi dalam
hidup kita.

Kalimat di atas tidak dapat diartikan kita hanya boleh
kehilangan hal-hal jelek saja. Kadang, kita juga kehilangan hal
baik. Ini semua dapat diartikan: supaya kita bisa menjadi dewasa
secara emosional dan spiritual, pertukaran antara kehilangan
sesuatu dan mendapatkan sesuatu haruslah terjadi.

Seperti si bapak tua dalam cerita, kita harus belajar untuk
melepaskan sesuatu. Tuhan sudah menentukan bahwa memang itulah
saatnya si bapak tua kehilangan sepatunya. Mungkin saja
peristiwa itu terjadi supaya si bapak tua nantinya bisa
mendapatkan sepasang sepatu yang lebih baik.

' Satu sepatu hilang. Dan sepatu yang tinggal sebelah tidak akan
banyak bernilai bagi si bapak. Tapi dengan melemparkannya ke
luar jendela, sepatu itu akan menjadi hadiah yang berharga bagi
gelandangan yang membutuhkan '

Berkeras mempertahankannya tidak membuat kita atau dunia menjadi
lebih baik.
KITA SEMUA HARUS MEMUTUSKAN KAPAN SUATU HAL ATAU SESEORANG MASUK
DALAM HIDUP KITA, ATAU KITA LEBIH BAIK BERSAMA YANG LAIN..

Pada saatnya, kita harus mengumpulkan keberanian untuk
melepaskannya. ' Semoga kita menjadi orang yg bijak '

TUHAN MEMBERKATI

Aku Menangis Untuk Adikku 6 Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan
berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba
mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun- tahun telah lewat,tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru
kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu,
adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama,saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi
bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah
memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air
mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat
dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika
memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa
menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa.
Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu saja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat
sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!” “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan
saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia
hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu
gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak
hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan
kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku
seperti sungai.

Sumber: Diterjemahkan dari “I cried for my brother six times”

Senin, 03 Mei 2010

Jika Seorang…..

Jika seorang wanita menangis di hadapanmu,
Itu berarti dia tak dapat menahannya lagi.
Jika kamu memegang tangannya saat dia menangis,
Dia akan tinggal bersamamu sepanjang hidupmu.
Jika kamu membiarkannya pergi,
Dia tidak akan pernah kembali lagi menjadi dirinya yang dulu.
Selamanya….
Seorang wanita tidak akan menangis dengan mudah,
Kecuali di depan orang yang amat dia sayangi.
Dia menjadi lemah.
Seorang wanita tidak akan menangis dengan mudah,
Hanya jika dia sangat menyayangimu,
Dia akan menurunkan rasa egoisnya.

Lelaki,

jika seorang wanita pernah menangis karenamu,
Tolong pegang tangannya dengan pengertian.
Dia adalah orang yang akan tetap bersamamu sepanjang hidupmu.

Lelaki,
jika seorang wanita menangis karenamu.
Tolong jangan menyia-nyiakannya.

Mungkin karena keputusanmu,
kau merusak kehidupannya.
Saat dia menangis di depanmu,
Saat dia menangis karenamu,
Lihatlah matanya….

Dapatkah kau lihat dan rasakan sakit yang dirasakannya?
Pikirkan….
Wanita mana lagikah yang akan menangis
dengan murni, penuh rasa sayang,
Di depanmu dan karenamu……
Dia menangis bukan karena dia lemah
Dia menangis bukan karena dia menginginkan simpati atau rasa kasihan
Dia menangis,
Karena menangis dengan diam-diam tidaklah memungkinkan lagi.
Lelaki
Pikirkanlah tentang hal itu
Jika seorang wanita menangisi hatinya untukmu,
Dan semuanya karena dirimu.
Inilah waktunya untuk melihat apa yang telah
Hanya kau yang tahu jawabannya….
Pertimbangkanlah
Karena suatu hari nanti
Mungkin akan terlambat untuk menyesal,
Mungkin akan terlambat untuk bilang ‘MAAF’!!

People will forget what you said,
People will forget what you did
But people will not forget,
How you made them feel

Jangan Lepaskan Cinta

Cerita saya ini hanyalah sebuah cerita biasa dari kehidupan seorang wanita.
Saya membagi cerita karena ingin membagi kebahagian yang telah saya dapatkan dalam kehidupan.
Saya dilahirkan dari sebuah keluarga pekerja keras.
Papa adalah seorang pengusaha yang berhasil. Sejak kecil, saya lebih dekat dengan Papa, hal itu membuat saya menjadi seperti seorang laki-laki.
Bukan dalam penampilan, tapi dari cara berpikir dan cara mengambil keputusan dan cara saya berbuat. Dan saya pun seorang pekerja keras seperti Papa. Dengan bekerja keras dan adanya emansipasi, saya berhasil memiliki semua yang saya inginkan dalam hidup.
Dalam kehidupan sehari-hari, saya agak nakal, keras kepala dan suka berganti pacar dan mencoba sesuatu yang baru. Saya mempunyai jiwa petualang layaknya seorang laki-laki mungkin karena dekat dengan Papa saya.
Pada suatu kegiatan, saya bertemu dengan seorang pria, yang kemudian menjadi suami saya. Calon suami saya itu sebenarnya bukan type ideal saya. Saya melihat banyak kekurangan dari nya karena dia tidak seperti layaknya laki-laki yang saya idamkan sebagai laki-laki ideal. Tapi ada hal yang menarik dari nya dan saya pun tidak tahu itu apa, yang membuat saya senang
bersama dengan dia. Dan anehnya kami pun berpacaran.
Pacaran kami tidak seindah seperti layaknya cerita cinta Cinderella. Kami sering bertengkar, kami sering saling menyakiti satu sama lain. Mungkin calon suami saya tersebut malu karena dia tidak memiliki banyak hal seperti yang saya miliki. Dia sangat angkuh dan sombong seakan-akan dialah orang yang paling pintar diantara kami berdua. Kami pun seperti kucing dengan tikus, selalu bertengkar sehingga kami pun berpisah, walaupun kami kembali pacaran lagi. Yang terjadi kemudian adalah kami menjadi putus dan sambung berulang kali. Saya pun lelah dan menjadi sangat membenci dia lalu memutuskan untuk meninggalkannya. Lagipula keluarga Saya tidak menyukainya karena dianggap hanya akan mengambil keuntungan materi yang keluarga kami miliki.
Saya pun mencoba menjalin hubungan dengan pria lain. Ketika gagal, saya Mencoba pria lain lagi dan begitulah seterusnya. Satu hal yang saya tidak mengerti kenapa saya selalu mengingat pada calon suami saya tsb. Begitulah saya melewati hari-hari dalam tahun-tahun yang berlalu
dalam kehidupan saya.
Waktu berjalan dan secara kebetulan saya pun bertemu dengannya lagi di suatu kota. Dia mengajak saya untuk meluangkan waktu luang bersama. Saya pun setuju walaupun sebenarnya saya sangat enggan karena mengingat rasa benci saya kepadanya dan sikapnya yang angkuh dan sombong.
Kami pun bertukar cerita tentang kehidupan kami masing-masing. Saya melihat bagaimana keangkuhan dan kesombongan seorang pria ketika bercerita tentang keinginannya dan bagaimana menjalani hidup dengan kesendiriannya. Sampai pada akhirnya kami pun bernostalgia tentang hubungan kami. Saya melihat perubahan wajah padanya, matanya seakan-akan menerawang dengan kosong. Tiba-tiba saya melihat wajahnya seperti seorang yang tak berdaya. Saya tidak melihat lagi keangkuhan dan kesombongan dari seorang pria dalam dirinya, yang saya rasakan kelembutan hati seorang pria.
Saya melihat dia hanyalah seorang manusia biasa yang mencoba bertahan tegar dalam masalah-masalah yang dihadapinya. Saat itu juga saya menyadari, bahwa dia tidaklah seangkuh dan sesombong yang selama ini saya rasakan. Saya bisa merasakan sedih yang dia rasakan ketika saya memutuskan untuk berpisah dengan dia. Saya baru menyadari bahwa dia sudah merasa tidak mampu membuktikan betapa dia sangat mencintai saya.
Ketika saya kembali ke hotel, saya pun menangis dan menyesali semua kebodohan yang telah terjadi. Saya kehilangan calon suami saya karena saya menginginkan dia sesuai dengan apa yang saya inginkan, dan ketika dia tidak mampu seperti yang saya inginkan, saya pun marah dan membenci dia tanpa melihat diri saya sendiri apakah saya juga mau berubah seperti apa yang diinginkan olehnya. Saya tidak bisa melihat dia sebagai seorang yang sempurna dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliknya dan saya tidak menyadari bahwa dia telah berubah seperti kemauan saya dengan semua kemampuan dia. Saya pun jadi membenci diri saya karena tidak mampu melihat begitu banyak hal baik yang diberikan olehnya untuk membahagiakan saya. Saya tidak mampu melihat kebahagian dan tawa yang diberikan olehnya dalam hidup
saya.
Kemudian saya akhirnya menyadari, apa yang saya suka darinya yang tidak mampu diberikan oleh pria lain adalah dia telah membuat hidup saya seperti alunan nada yang indah. Terkadang, nada itu sangat tinggi sehingga menyayat hati, terkadang sangat rendah sampai tidak bisa di dengar kemudian mengalun dengan cepat dan penuh dentaman tetapi penuh keriangan. Calon suami saya bukan seperti pria lainnya. Dia mengajar saya melihat dengan cara yang berbeda. Kejujuran dia kadang menyakitkan hati saya, tapi itulah yang membuat saya mencintai dia, karena dia mau mencintai saya dengan cara yang berbeda dengan pria lain.
Dia ingin agar saya menjadi lebih baik. Dan saya pun melihat bahwa dia sama seperti Papa saya, seorang laki-laki yang tahu apa yang diinginkan dalam hidupnya dan mau berjuang untuk cita-citanya.
Saya memutuskan mengajaknya bertemu dan saya pun melamar dia.
Suami saya kaget tapi dia menerima lamaran saya. Saya menangis bahagia dan untuk pertama kali saya melihatnya menangis. Saya bahagia karena saya telah menyia-nyiakan cinta saya selama ini dan ketika saya memutuskan untuk merengkuh cinta itu kembali, cinta masih berpihak pada saya. Dan itulah keputusan paling gila yang saya lakukan dalam hidup saya.
Saya mendapat banyak cobaan untuk cinta yang saya inginkan terutama dari keluarga saya, tetapi saya tetap percaya pada cinta. Memang saya tidak mendapatkan semua yang saya inginkan dalam hidup, tetapi saya mendapatkan satu hal yang paling indah dan berharga yang dapat diberikan oleh kehidupan yang tidak mungkin saya tukar dengan apapun. Saya mempunyai keluarga dan anak-anak yang membuat saya bisa ketawa dan bisa menangis, bisa
membuat saya senang dan marah, tapi itulah kehidupan. Dan seperti itulah kehidupan semestinya di jalani.
Saat ini sebagai wanita, saya pun menyadari bahwa saya memang diambil dari tulang rusuk laki-laki. Dan saya sadar bahwa Pria adalah mahluk paling sempurna yang di ciptakan Allah. Pria adalah mahluk yang paling tegar tapi juga paling sensitif setelah saya menyadari bahwa sebagian besar perancang busana, juru masak, ahli seni, arsitek, akuntan dll adalah pria. Mereka, kaum pria mampu kelihatan tegar dan keras di depan orang banyak bahkan mungkin di depan wanita yang dicintainya tapi hatinya tetap sensitif melebihi wanita. Saya selalu mengutamakan kepentingan suami dan anak-anak saya. Saya mau mengorbankan karir dan keinginan saya pribadi. Ketika saya mengorbankan kepentingan pribadi demi cinta, saya memperoleh lebih dari yang saya inginkan, karena saya mendapatkan seorang suami yang selalu mempunyai waktu untuk selalu berbagi. Suami yang mau mengajak saya jalan berdua di
malam hari, mencuci piring bersama dan memberi kejutan-kejutan yang menyenangkan hati saya di kala gundah.
Hampir tiap hari saya bertengkar dengan suami saya. Dari hal kecil masalah pakaian dan belok kiri atau kanan ketika jalan,sampai masalah besar seperti suami saya yang memilih jalan dengan teman-temannya daripada ke rumah orang tua yang membuat saya membenci dia lalu kami diam bermusuhan selama beberapa hari. Terkadang kami bertengkar karena suami saya
melakukan sesuatu yang saya tidak suka tanpa mau menyadari bahwa apa yang dibuat oleh suami saya adalah untuk kebaikan saya. Tapi itulah cinta ketika saya merasa saya tidak malu menunjukkan diri saya apa adanya ke suami saya. Dan semua pertengkaran itu tidak ada artinya dibanding kebahagiaan dan kedamaian yang mampu suami saya berikan. Saya dapat tidur dengan tenang karena suami saya akan memeriksa anak- anak kami dan semua pintu dan jendela pada malam hari. Ketika saya berpura-pura tidur dengan sembarangan maka suami saya akan merapikan selimut saya dan menyingkir agar saya tidur tenang. Suami saya akan membereskan berkas-berkas di meja saya agar saya bisa langsung berangkat ke kantor dan jika ada yang ketinggalan suami mau memutar balik kendaraan kami walaupun dia tetap marah. Tapi apapun yang terjadi kami tetap bersama bukan karena kami diikat dalam sebuah pernikahan tetapi kami mengikatkan diri dalam cinta kami.
Saya dapat bertengkar dengan hebatnya tanpa takut karena saya yakin cinta kami lebih besar dari keegoisan kami masing-masing.
Apa yang ingin saya sampaikan kepada anda semua kaum wanita adalah hal yang sederhana. Pertama adalah salah ketika anda berpikiran anda akan berhasil meraih karir atau cita-cita pribadi anda dengan hidup sendiri dengan alasan apapun, karena sudah tertulis bahwa manusia hidup berpasangan. Karena setiap pria dan wanita akan saling memberi dan saling berbagi. Kedua, kehidupan berkeluarga itu sangat rumit dan kompleks, jauh melebihi mengurus perusahaan-perusahaan, karena tidak ada struktur organisasi, SOP, manajemen tertulis dll. Bisa anda bayangkan anak anda yang tidak mau menurut perintah anda, tetapi anda tidak bisa memecat dia atau pun ketika anda sedang capek dan tiba-tiba suami anda bertanya dimana kaos dalam di taruh dan anda tidak bisa menggantung di pintu anda tulisan “Jangan Diganggu, Lagi Sibuk” karena anda satu kamar dengan dia atau anda harus mengeluarkan dana non budget hanya karena tembok anda di coret-coret oleh anak anda tanpa bisa mengeluarkan Surat Peringatan. Tetapi kalau anda bisa mengatasi dan menikmati kehidupan keluarga anda dan mampu belajar dari kehidupan berkeluarga, maka percayalah anda akan menjadi wanita yang berhasil.
Tidak ada wanita yang berhasil dan terkenal dalam dunia ini yang hidup sendirian. Semua wanita yang berhasil selalu mempunyai keluarga yang baik, karena wanita lah yang mengatur sebuah keluarga. Dan saat itulah anda akan menyadari kenapa wanita diambil dari tulang rusuk pria. Bahkan saya berbagi cerita ini untuk wanita-wanita yang menginginkan semua hal yang
terbaik dalam dirinya. Saya tetap seorang isteri yang menyiapkan pakaian suami saya, menyiapkan makan di rumah saya dan segala sesuatu dalam rumah tangga saya. Dan jika saya harus memilih, maka saya memilih keluarga saya dibanding dengan karir saya yang terkenal.
Akhir kata, jika anda percaya sudah menemukan cinta anda dan pasangan hidup anda, berjuang lah mendapatkannya dan jangan lepaskan cinta anda. Mungkin jalan cerita cinta anda tidak semulus cerita teman anda atau orang tua anda, tetapi ketika anda mau berjuang demi cinta anda, anda akan melihat dalam cinta, segala sesuatu akan tampak lebih indah.Jangan terpaku pada hal-hal kecil, nasehat saya, jika anda mampu menghitung semua kesalahan dan sikap dia yang membuat anda benci pada pasangan anda, percayalah anda tidak akan pernah sanggup
menghitung kebaikan,tawa dan kebahagiaan yang dia berikan pada anda, dan itulah cinta.
Hidup itu indah bukan karena jalan yang harus kita lalui itu mudah tetapi karena jalan kehidupan itu berat dan berliku kadang menanjak dan menukik turun dengan tajam dan bergelombang dan akhirnya anda akan merasa bahagia tanpa mengingat apa yang telah anda lalui jika anda mau tetap teguh dengan cinta anda.
Saya tidak mau anda mengalami hidup seperti saya yang telah menyia- nyiakan cinta saya karena ke egoisan saya. Terkadang kita baru menyadari sesuatu itu begitu berharga ketika kita kehilangan.
Diantara semua yang ada didunia, maka cintalah yang paling terbesar.
Saya adalah seorang CEO di salah satu perusahaan terbesar di Amerika bahkan di dunia.
Dan saya lebih bangga menyebut diri saya sebagai seorang isteri dan ibu yang bahagia karena untuk itulah Allah menciptakan saya di dunia ini.
–Wanita Biasa-