Senin, 08 Maret 2010

JANGAN BENCI AKU, MAMA..

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak

laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh.

Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin

nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya

berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan

budak atau pelayan.

Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya

membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan

saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang

cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat

menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami

mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian

anak-anak yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya mem iliki

beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun

saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang

keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia

Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4

tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan

hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil

tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya

pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica.

Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.

Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku

terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10

tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa.

Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat

Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan

tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar

dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami

menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak

ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang

mengingatnya.

Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang

seorang anak. Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali.

Ia melihat ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata, "Tante,

Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!"

Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya

menahannya, "Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa

namamu anak manis?"

"Nama saya Elic, Tante."

"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"

Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan

berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu

juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi

dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru

sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya

dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus

mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau

yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba

bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric,

Mommy akan menjemputmu Eric...

Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah

gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari

samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan

hal yang telah saya lakukan dulu." tTpi aku menceritakannya

juga dengan terisak-isak. ..

Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan

suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis

saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari

belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang

dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk

itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric..

Eric...

Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan

perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan

membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali...

Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai

terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.

Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya

ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya

mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai

berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai

bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. ..

Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan,

saya pun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir

dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian

saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat

tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil

kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali.

Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.

Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget

manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang

parau.

"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu

kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di

sini?" Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan

terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu

meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan

memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya

terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama

saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai

pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya

seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik

kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama

bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...

"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy

marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi

Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama

Eric. Bye, Mom..." Saya menjerit histeris membaca surat itu.

"Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya

berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan

meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang,

Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk

ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi

menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia

berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang,

Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana

... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang

gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang

lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana .

Nyonya,dosa anda tidak terampuni!"

Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi. (kisah nyata

dari Irlandia Utara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar