Sabtu, 27 Februari 2010

True Story About Evangelism

Pada Tahun 1921, dua pasang suami istri dari Stockholm (Swedia), menjawab panggilan Allah untuk melayani misi penginjilan di Afrika. Dalam suatu kebaktian pengutusan injil, kedua pasangan suami istri terbeban melayani ke Belgian Congo, yang sekarang dinamai Zaire.

Mereka adalah David, Svea Flood, Joel & Bertha Erickson. Svea Flood adalah seorang penyanyi terkenal di Swedia. Namun kedua pasangan ini menyerahkan hidupnya untuk mengambarkan injil.

Saat tiba di Zaire, mereka melapor ke kantor Misi setempat. Dengan Parang membuka jalan melalui hutan pedalaman yang dipenuhi nyamuk malaria. David & Svea mempunyai seorang anak berusia 2 tahun bernama David Jr. Dalam perjalanan David Jr terkena penyakit malaria, namun dengan pantang menyerah dan rela mati untuk pekabaran injil. Tiba ditengah hutan mereka menemukan desa di pedalaman. Namun mereka terkejut mendapatkan bahwa penduduk desa tidak mengijinkan mereka untuk memasuki desa. "Tak seorang kulit putihpun yang boleh masuk desa, Dewa- dewa kami akan marah," demikian kata mereka.

Karena tidak menemukan desa berikutnya akhirnya mereka terpaksa tinggal di desa tersebut. Setelah beberapa bulan tinggal disana, mereka menderita kesepian, kekurangan gizi. Selain itu mereka jarang berhubungan dengan penduduk desa. Setelah enam bulan, Joel & bertha memutuskan kembali ke kantor misi, namun keluarga Svea tidak mau mengikuti karena Svea baru hamil dan saat itu malaria yang dia derita memburuk. Selain itu David sang suami berkata, "Aku mau anakku dilahirkan di Afrika. Aku datang kemari untuk memberikan hidupku di sini untuk pelayanan." Akhirnya keluarga Flood mengucapkan salam perpisahan pada keluarga Erickson.

Selama beberapa bulan Svea bertahan melawan demam yang hebat. Namun dengan setia melakukan bimbingan rohani kepada seorang anak kecil penduduk asli desa tersebut. Boleh dibilang dia adalah hasil pelayanan mereka satu-satunya yang dimenangkan, bertobat dan mengenal injil melalui keluarga Flood. Dan saat Svea melayani dia, ia hanya tersenyum kepadanya. Penyakit malaria yang diderita Svea makin memburuk dan hanya dapat berbaring. Saat dia melahirkan anaknya, ternyata dia berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang sehat. Namun hanya seminggu Svea mampu bertahan. Pada saat terakhir ia berbisik kepada David, "Berikan nama Aina pada anak kita," lalu ia meninggal.

David sangat terpukul dengan meninggalnya istrinya. Dengan memaksakan tenaga dia membuat peti jenasah buat Svea, lalu menguburkan istrinya. Saat dia berdiri di samping kuburan ia memandang anaknya laki-laki sambil mendengar tangis anaknya perempuan dari dalam gubuknya yang dari lumpur. Dan tiba-tiba timbullah suatu kekecewaan yang pahit dalam hatinya. Lalu suatu amarah dalam hatinya tak sanggup dia kontrol dengan emosi dia berseru: "Tuhan, mengapa Kau ijinkan hal ini terjadi? Bukankah kami datang kemari untuk memberikan hidup kami bagi pelayanan untuk Engkau?! Istriku yang cantik dan pandai, sekarang telah tiada saat umur 27 tahun. Sekarang anakku berusia 2 tahun hampir tidak terurus. Belum lagi si kecil masih bayi. Setelah lebih dari setahun dalam hutan ini yang kami menangkan hanya seorang anak kecil yang mungkin tidak memahami berita Injil yang kami ceritakan. Kau telah mengecewakan aku, Tuhan. Betapa sia-sianya hidupku."

Kemudian David pulang ke kantor misi. Saat itu ia ketemu dengan kel. Erickson, ia berseru dengan kejengkelan: "Saya pulang! Saya tidak mampu lagi mengurus anak-anakku sendiri. Akan saya bawa pulang anakku laki-laki ke Swedia tetapi akan kutinggalkan anak perempuan kepadamu." Kemudian ia melepaskan Aina untuk dibesarkan oleh keluarga Erickson. Sepanjang perjalanan kembali ke Stockholm, David Flood berdiri diatas dek kapal. Ia sangat kesal kepada Allah. Ia menceritakan semua orang akan pengalaman yang pahit tersebut bahwa dia telah berkorban segalanya tetapi berakhir dengan kekalahan. Ia yakin bahwa ia sudah berlaku setia tetapi Tuhan membalas dengan tidak memperdulikannya.

Setelah tiba dari Stockholm, ia memutuskan untuk memulai usaha bidang import. Ia mengingatkan semua orang untuk tidak menyebut nama Tuhan didepannya. Jika mereka yang melakukan itu, segera ia naik pitam dalam kemarahan. Akhirnya ia jatuh dalam kebiasaan minum-minuman keras. Tidak lama setelah ia meninggalkan Afrika, suami-istri Erikson meninggal karena di racun oleh kepala suku daerah yang mereka layani. Si kecil Aina diasuh oleh Arthur & Anna Berg. Keluarga ini membawa Aina ke sebuah desa bernama Masisi, Utara Conggo. Di sana ia dipanggil "Aggie". Si kecil Aggie segera belajar bahasa Swahili & bermain dengan anak Congo. Pada saat sendirian Si Aggie sering bermain dengan khayalan. Ia membayangkan memiliki empat saudara laki-laki dan seorang saudara perempuan, lalu diberi nama kepada mereka. Ia menyediakan meja untuk berbicara kepada "saudara-saudara khayalannya".

Dalam khayalannya saudara perempuannya selalu memandang dirinya. Ketika keluarga Berg mengambil cuti ke Amerika. Mereka ternyata menetap ke Minneapolis. Aggie menjadi dewasa dan menikah dengan seorang bernama Dewey Hurst. Yang kemudian menjadi presiden dari sekolah alkitab Northwest Bible College. Setelah dewasa Aggie berusaha mencari ayahnya tetapi sia-sia. Aggie tidak pernah mengetahui ayahnya telah menikah lagi- dengan adik Svea, yang tidak mengasihi Allah. Dan sekarang ia mempunyai anak lima selain Aggie 4 putra dan seorang putri (tepat seperti khayalan aggie). Akhirnya sekolah alkitab memberikannya dan suaminya tiket untuk pergi ke swedia.

Ini kesempatan untuk mencari ayahnya. Sesampai di London, mereka berjalan kaki di dekat Royal Albert Hall. Ditengah jalan bersuka cita karena melihat suatu pertemuan penginjilan. mereka masuk untuk mendengar pengkotbah kulit hitam sedang menyaksikan bahwa Tuhan sedang melakukan perkara besar di Zaire. Hati aggie terperanjat. Setelah selesai acara ia mendekati pengkotbah dan bertanya, "Pernahkah anda mengetahui penginjil bernama Davis dan Svea Flood ?" Ia menjawab, "Ya, Svea adalah seorang yang membimbing saya kepada Tuhan waktu saya masih anak-anak. Mereka memiliki bayi perempuan tetapi saya tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang." aggie segera berseru : "Sayalah gadis itu! Saya adalah Aggie - Aina!"

Mendengar seruan itu Pengkotbah tersebut segera menggenggam tangan Aggie dan memeluk sambil menangis dengan sukacita. Aggie tidak percaya bahwa orang itu adalah bocah yang dilayani ibunya. Ia bertumbuh menjadi seorang penginjil yang melayani bangsanya dan pekerjaan Tuhan berkembang pesat dengan 110.000 orang Kristen, 32 Pos penginjilan, beberapa sekolah alkitab dan sebuah rumah sakit dengan 120 tempat tidur. Esok harinya Aggie meneruskan perjalanan ke Stockholm dan berita itu tersebar luas bahwa mereka akan datang. dan Aggie telah mengetahui bahwa ia benar-benar memiliki 5 saudara, setiba di hotel ketiga saudaranya telah menunggu di sana. Ia bertanya kepada mereka : "Dimana David kakakku ?" Mereka lalu menunjuk seorang laki-laki yang duduk sendirian di lobi.

David Jr. adalah pria yang nampak kering lesu dan berambut putih, seperti ayahnya, iapun dipenuhi oleh kekecewaan, kepahitan dan hidup berantakan karena alkohol. Ketika Aggie bertanya tentang ayahnya, ia menjadi marah. Semua saudaranya membenci ayahnya dan sudah bertahun- tahun tidak membicarakan ayahnya. Lalu Aggie bertanya : "Bagaimana dengan saudaraku perempuan?" Tak lama kemudian ternyata saudara perempuannya datang ke hotel itu dan memeluk Aggie dan berkata : "Sepanjang hidupku aku telah merindukanmu. Biasanya aku membuka peta dunia dan menaruh sebuah mobil mainan berjalan di atasnya, seolah-olah aku sedang mengendarai mobil itu untuk mencarimu kemana-mana." Saudara perempuannya telah menjauhi ayahnya, tetapi ia berjanji untuk membantu mencari ayahnya. Maka mereka memasuki sebuah bengunan tidak terawat.

Setelah mengetuk datanglah wanita mempersilahkan mereka masuk. di dalam ruangan penuh dengan botol minuman dan di sudut ruangan ruangan nampak seorang terbaring di ranjang kecil, yaitu ayahnya yang dulunya penginjil. Ia berumur 73 tahun dan menderita diabetes, stroke dan katarak menutupi kedua matanya. Aggie jatuh disisinya dan menangis, "Ayah, aku adalah anak kecil yang kau tinggalkan di afrika." Sesaat ortu itu menoleh dan memandangnya. Air mata membasahi matanya, lalu ia menjawab, "Aku tak pernah bermaksud membuangmu, aku hanya tidak mampu untuk mengasuh kalian berdua." Aggie menjawab, "Tidak apa-apa, Ayah. Tuhan telah memelihara aku".

Tiba-tiba, wajah ayahnya menjadi gelap, "Tuhan tidak memeliharamu!" Ia mengamuk. "Ia telah menghancurkan seluruh keluarga kita! Ia membawa kita ke Afrika lalu meninggalkan kita. Tidak ada satupun hasil di sana. Semuanya sia-sia belaka!" Aggie kemudian bercerita tentang pengkotbah kulit hitam dan bagaimana perkembangan penginjilan di Zaire. Penginjil itulah anak kecil yang dahulu pernah ia (ayahnya) layani. "Sekarang semua orang mengenal tentang pertobatan anak kecil itu. Dan kisahnya telah dimuat di semua surat kabar." Mendadak Roh Kudus turun ke atas David Flood. Ia sadar dan tidak sanggup menahan air mata dan bertobat. Tak lama dari pertemuan itu David Flood meninggal, tetapi Allah telah memulihkan semuanya (kepahitan hatinya, memulihkan kekecewaannya).

Pesan ini ditujukan kepada semua orang yang merasa bahwa ia berhak untuk marah kepada Tuhan!

1 komentar: