Perempuan di depanku wajahnya kuyu. Rambutnya agak acak-acakan, mungkin terkena angin dan tidak disisir lagi. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya, mungkin kurang tidur, pikirku. Sebentar-sebentar dia melepaskan kaca matanya untuk menghapus air mata. Sudah berlembar-lembar tissue dia gunakan untuk mengeringkan air matanya. Aku hanya diam. Aku selalu tidak tahu apa yang harus aku katakan atau lakukan jika sudah menghadapi hal seperti ini. Kuhisap rokokku sambil menanti perempuan ini selesai menangis. Kubiarkan dia menumpahkan kesedihannya dalam tangis.
Setelah sesaat mulailah dia bercerita. Dia memperkenalkan namanya Retno dan berasal dari Sragen. Sudah hampir dua tahun lebih dia bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di sebuah perusahaan kosmetik. Tuntutan pekerjaan membuat dia berani tampil modis. Memakai pakai yang mini dan make up tebal. Padahal sebetulnya dia tidak suka dengan semua itu. Dia pun harus berani menawarkan produknya pada siapa saja yang lewat di dekatnya. Tidak jarang dia digoda oleh kaum pria yang iseng.
Bahkan lebih parah lagi dia pernah diajak tidur. Seolah dia adalah perempuan murahan.
Semula dia menolak. Namun tuntutan untuk bisa hidup lebih layak dan keluhan dari orang tuanya yang miskin di Sragen, membuatnya terjebak. Suatu kali orang tuanya sakit keras dan membutuhkan biaya untuk perawatan di rumah sakit. Uang pensiun ayahnya yang hanya pegawai rendah di kecamatan, tidak cukup untuk membayar biaya rumah sakit. Jangankan membayar rumah sakit, untuk makan sebulan saja sudah tidak cukup. Dua kakaknya lelaki sudah menikah dan ekonomi mereka tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Dengan demikian kedua kakaknya tidak bisa diharapkan lagi untuk membantu orang tuanya.
Dalam kebingungannya seorang teman secara kasak kusuk menawarinya untuk menerima saja ajakan seorang pria. Setelah mengalami konflik batin akhirnya Retno menanggapi tawaran temannya itu. Uang yang diperoleh cukup besar, bahkan melebihi gajinya sebulan. Pertama dia melakukan hal
itu, timbul kegundahan dalam hati. Selama beberapa hari dia gelisah. Akhirnya dia memutuskan untuk meneruskan pekerjaan itu. Kalau dia berhenti, toh dia sudah tidak perawan lagi. Sudah tidak akan ada lagi pria yang sudi menerimanya. Dia sudah kotor dan menjijikan. Perempuan rendahan yang tidak punya susila dan moral. Perempuan yang bisa dibeli.
Selama hampir setahun Retno melakukan pekerjaan ganda. Secara materi dia jauh lebih baik dibanding saudara-saudaranya. Dia mampu mengirim uang pada orang tuanya setiap bulan. Dia bisa membeli berbagai perhiasan. Bajunya cukup bagus. Dia sudah bisa kontrak rumah, semula dia hanya kost di sebuah kamar ukuran 2X3. Tapi dia sering gelisah. Dia takut orang tuanya tahu apa sebenarnya pekerjaannya. Dia tidak tahan selalu berbohong pada orang tuanya. Dia ingin cerita apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia tidak berani.
Suatu hari kakaknya mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan Retno di Surabaya. Ayah dan ibunya sangat terpukul. Dengan menangis Retno menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia menceritakan mengapa dia melakukan semua itu. Ayahnya sangat marah mendengar penuturannya. Dia
tidak mau menerima apapun alasan yang dikatakan Retno. Baginya pekerjaan Retno sangat memalukan dan merendahkan martabat keluarga. Dia lebih baik mati dari pada sembuh dengan uang hasil dari perbuatan seperti itu. Retno terpuruk. Pengorbanannya selama ini hanya menghasilkan caci maki
dan perkataan yang sangat menyakitkan hati. Tapi dia berusaha menerima semuanya itu. Caci maki ayahnya tidak hanya berhenti pada hari itu, namun terus dilanjutkan setiap ada kesempatan. Hal ini membuat Retno tidak tahan di rumah. Dia pergi kembali ke Surabaya. Tangisan ibunya
tidak dia perhatikan lagi. Ibunya memang berusaha untuk memahami keputusan Retno, namun dia juga tidak kuasa akan kekerasan hati suaminya.
Namun di Surabaya Retno sudah memutuskan untuk melepaskan pekerjaannya. Dia ingin bekerja yang lain, meski harus mulai lagi dari nol dan gaji yang kecil. Dia tidak peduli. Keluar dari pekerjaan seperti ini ternyata tidak mudah. Beberapa pria masih berusaha menghubunginya lagi dengan segala rayuan. Teman-temannya juga tidak bisa mengubah pandangannya bahwa sekarang dia sudah ingin berhenti. Teman-temannya masih menganggap bahwa dia masih Retno yang dulu. Retno yang bisa dibawa oleh siapa saja yang punya uang. Retno murahan. Retno yang PS (pekerja seks).
Begitu sulitkah orang yang ingin bertobat? Apakah sekali orang jatuh dia akan selamanya jatuh? Begitu keluhnya. Aku diam. Banyak orang menilai seseorang dari masa lalunya. Dia mengikat orang pada masa lalunya. Sekali orang berbuat jahat, senantiasa dia akan dicurigai berbuat jahat.
Dulu temanku seorang preman juga mau bertobat, tapi tidak mudah. Dia harus berhadapan dengan teman-temannya sendiri. Dia sampai dipukuli oleh teman-temannya, sebab dia berani melarang temannya yang akan mencopet seorang ibu. Pertobatan ternyata membutuhkan keteguhan dan keberanian.
Aku pikir jika Retno tidak tabah, maka dia akan jatuh kembali pada masa lalunya. Kini dia sudah berani untuk hidup serba kekurangan, namun teman-temannya dan keluarganya tidak bisa melepaskan dia dari masa lalunya. Dia sulit untuk melepaskan predikatnya sebagai PS.
Banyak orang menyerukan agar seorang pendosa bertobat, tapi banyak orang juga sulit untuk menerima orang yang bertobat. Seolah dia menawarkan pintu tobat, namun ketika orang yang berdosa datang, segera pintu itu ditutup kembali rapat-rapat. Pandangan penuh kecurigaan,
ketidakpercayaan, pengungkitan masa lalu dan masih banyak kata dan sikap yang membuat seorang yang dicap pendosa merasa rendah dan merasa sia-sia pertobatannya. Buat apa bertobat jika semua orang masih memandangnya seperti dia yang dulu? Orang bertemu Yesus bisa bertobat, sebab Yesus
tidak mengungkit lagi masa lalunya. Maria Magdalena yang dulu dibebaskan dari 7 roh jahat, ternyata diijinkan mengikuti dan melayani Dia.
Ternyata Maria Magdalena pula yang mendapatkan penampakan pertama ketika Yesus bangkit. Aku hanya mengandaikan seandainya semua orang berani melihat orang pada saat ini. Orang berani melepaskan orang dari masa lalunya yang kelam. Orang masih berani dan memberikan kepercayaan pada orang-orang yang pernah jatuh untuk memulai suatu hidup baru. Tentu akan banyak orang yang bertobat. Aku sadar aku pun sering melihat orang dari masa lalunya. Aku sering tidak iklas dan curiga ketika orang yang dulu pernah menipuku datang lagi untuk pinjam uang. Aku selalu langsung menuduhnya bahwa uang itu pasti tidak akan dikembalikan lagi. Jangankan sampai pinjam, baru mendengar orang itu datang saja aku sudah mengadilinya bahwa dia akan menipuku lagi. Aku tidak memberikan kepercayaan padanya. Padahal aku menyerukan agar orang bertobat.
Seandainya aku jadi Retno, aku juga akan pedih. Mungkin aku tidak tahan menahan pandangan orang yang melecehkanku karena masa laluku. Dulu aku juga pernah jengkel, ketika teman-temanku semasa sekolah meragukanku menjadi seorang imam, sebab dulu aku bukan anak yang soleh dan alim. Aku
bersama teman-teman pernah mencuri ikan di tambak sampai pemiliknya merampas semua pakaian kami, sehingga kami pun harus telanjang bulat masuk kampung. Aku bersama teman-teman pernah ketangkap ketika sedang mencuri jambu air di rumah tetangga. Aku pernah dicaci maki seorang ibu
ketika bersama teman-teman menggoda anak gadisnya yang sedang berjalan bersamanya. Aku bersama teman-teman pernah diskors sebab tawuran ketika main sepak bola antar kelas. Kenakalan seperti ini saja membuat orang tidak percaya bahwa aku sekarang memilih jalan hidup seperti ini,
apalagi orang yang mempunyai masa lalu seperti Retno.
Yesus mengajarkan pengampunan sampai 70X7 kali. Namun itu tampaknya berat. Dia menunjukan bahwa sering kita mohon ampun pada Allah, namun kita tidak bisa mengampuni orang lain. Bahkan mengadili pendosa lebih kejam lagi (Mat 18:21-35). Apakah pintu tobat hanya terbuka jika kita
berhadapan dengan Allah? Atau apakah hanya Allah yang sanggup memberikan peluang bagi orang yang ingin bertobat untuk memulai hidup baru? Apakah kita tidak bisa sedikit membuka pintu tobat bagi orang berdosa? Beranikah kita menerima Zakheus seperti Yesus menerimanya?
Yesus menghendaki agar kita mencari orang berdosa dan membawanya kembali kejalan yang benar. Kesukacitaan satu orang yang bertobat seperti kesukacitaan seorang menemukan kembali dirhamnya yang hilang. Bahkan Yesus berani meninggalkan 99 dombaNya demi mencari satu yang tersesat.
Beranikah kita mencari domba yang tersesat dengan meninggalkan 99 domba yang kita miliki. Aku sering enggan untuk melakukan ini. Bagiku lebih enak bergaul dengan 99 domba itu dari pada susah payah mencari satu yang hilang. Kalau toh yang hilang itu kembali aku akan memarahinya mengapa
dia meninggalkan kelompoknya. Ini lain sekali dengan gambaran bapa yang baik hati. Dia tidak pernah menanyakan mengapa anaknya bisa berbuat jahat seperti itu. Dia tidak pernah menanyakan digunakan apa saja uang warisan yang dimintanya dulu. Hati bapa sangat suka cita begitu melihat
anaknya kembali. Betapa indahnya peristiwa ini. Bapa ini bisa melepaskan masa lalu anaknya. Dia hanya memandang penyesalan dan ketulusan anaknya untuk kembali.
Retno hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang ingin bertobat namun kerap terhalang oleh sikap, pandangan dan gunjingan kita. Aku harus belajar menerima Retno dan menghargai dirinya yang mau bertobat. Memandang Retno yang menyesal dan ingin mengubah hidup. “Ampunilah dosa
kami seperti kami pun mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Semoga hal ini bisa kulakukan dalam masa prapaskah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar